Rapat di Nilai Tidak Netral, Warga Pinrang Memilih Walk Out

0

Makassar Cakrawalaide.com – Puluhan warga Desa Bababinanga, Kabupaten Pinrang,  memilih walk out saat rapat terkait pemeriksaan substansi formulir Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), tentang rencana kegiatan pertambangan golongan batuan komoditas pasir yang dilakukan  oleh PT. Pinra Tala Bangi (PTB).

Warga menilai bahwa rapat yang berlangsung pada senin 13/1/2025, di ruangan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulawesi Selatan tidak netral. 

Bagi warga, rapat yang dilakukan tidak memberikan kesempatan untuk mereka menyampaikan aspirasinya, sehingga lebih memilih untuk walk out dari  rapat tersebut.

“Kami memilih keluar dari forum karena sudah tidak diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat. Pendamping kami juga tidak diberi kesempatan bicara. Untuk apa lagi kami bertahan di rapat yang tidak netral ini,” ujar Ibu Raoda, warga Bababinanga.

Hasbi selaku pendamping hukum menyebutkan saat pihak perusahaan melakukan presentasi, mereka tidak dapat menjelaskan secara detail mengenai mekanisme operasional tambang, mulai dari pelabuhan serta tempat penyimpanan sementara dari pasir yang telah dikeruk.

“Tidak dijelaskan secara detail terkait dengan mekanisme operasional perusahaan, dapat berdampak pada tidak jelasnya mekanisme operasional yang dilakukan oleh perusahaan, dan dapat menimbulkan dampak negatif,” jelas Koordinator Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) LBH Makassar, Hasbi Assidiq.

Dalam press realease yang dibagikan LBH Makassar menyebutkan, pihak perusahaan hanya memiliki 60 tanda tangan warga desa yang menyetujui hadirnya perusahaan, sedangkan data yang diberikan sekretaris desa Bababinanga menyebutkan sekitar 527 warga telah menolak kehadiran tambang.

“Ada sekitar 527 warga Bababinanga yang menolak adanya aktivitas pertambangan di desa mereka,” dikutip dari selabaran press release LBH Makassar.

Lebih lanjut, ibu Tasmawati selaku sekretaris desa, mengaku mendapatkan kejanggalan saat melihat nama – nama warga desa yang menyetujui aktivitas pertambangan.

“Nama nama yang ada di perlihatkan tadi banyak yang bukan warga desa bababinanga,” uangkapnya

Tasmawati mengungkapkan, trauma akibat abrasi  pada 2010 yang menghilangkan Sebagian  pemukiman warga yang belum pulih. Kini Masyarakat desa harus dihadapkan pada aktivitas pertambangan pasir di kampung halamannya.

“Masyarakat sudah troma dengan adanya abrasi tahun 2010, di sana dulu rumah sekitar 210 kalo saya tidak salah sekarang tinggal 20 rumah itu di sana,” ungkap Sekretaris desa Bababinanga

Kondisi desa yang cukup memprihatinkan, menjadi perhatian utama Tasmawati, sebab kondisi desa yang kerap dilanda bencana menyulitkan dan warga harus menanggung akibat pengerukan pasir di tempat tinggalnya.

“Sedangkan tidak ditambang itu na sudah hancur apalagi kalo sudah ditambang memang,” tutup Ibu Tasma.

 

Penulis : Hardiansyah Al-Fathul

Redaktur : Sudirman Rasyid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *