AMU Turun ke Jalan: Merespon Tindakan Represif Aparat Terhadap Warga Sipil

­Makassar, CakrawalaIDE.com. Asap berkobar membubung di langit Urip Sumoharjo, di bawah terik matahari, ratusan derap kaki membawa kemarahan. Aliansi Mahasiswa UMI (AMU) turun ke jalan merespon kebrutalan aparat yang merenggut nyawa seorang pengemudi ojek online, Jumat 29/08/2025.

Orator yang mengenakan jaket hijaunya menjelaskan bahwa dalam hal ini berangkat dari apa yang telah diketahui  bersama, di mana para aparat elit sebagai yang seharusnya pemangku kebijakan telah mencemari asas seperti yang diatur dalam undang-undang. Sama halnya penghianat yang tak bertanggungjawab terhadap apa yang telah mereka perbuat sendiri.

“Maka dari ini hadirnya kita di sini sebagai salah satu bentuk upaya menuntut hal hal yang mereka perbuat,” jelasnya dengan lantang.

Ical salah seorang mahasiswa Universitas Muslim Indonesia dalam orasinya menegaskan bahwa pengemudi ojol Affan Kurniawan telah tewas akibat kekerasan aparat, dilindas oleh roda kekuasaan. Menghindari hal itu, untuk berikutnya tak ingin ada lagi korban kekerasan pada setiap demonstrasi yang dilakukan.

“Tentu kita sangat menyayangkan sejarah yang terus terulang oleh institut kepolisian. Kita sangat menyayangkan hal itu,” tegasnya.

Inisial Mr melontarkan kutukan bagi siapapun yang bekerja di dalam gedung sana, termasuk keluarganya sendiri. Mereka mendapatkan gaji yang sangat besar sedangkan rakyat menjerit setengah mati mengembangkan bisnis, mengembangkan BUMN, serta membayar pajak. Akan tetapi, setiap mereka sendiri yang menikmati hasil daripada itu. Sebagai mahasiswa, tak sepatutnya bisa dibodohi lagi. Ketika aparat tidak lagi mampu mengayomi masyarakat, mahasiswa yang akan turun langsung mengedukasi pun mengayomi.

“Hari ini mari sama-sama kita tegakkan keadilan. Kita hancurkan mereka semua yang ada di sana, kita kembalikan reformasi yang tahun 1998 terjadi,” lontarnya.

Ainun Amalya salah satu di antara perempuan yang melawan mengujarkan di mana hari ini manusia menghilangkan eksistensi, visi tanpa ideologi, dan misi tanpa orientasi. Sungguh rakyat tidak bermain-main dalam melawan aksi representatif yang dilakukan oleh Kapolri. Sebangsa setanah air, dan di kota Makassar khususnya yang seringkali disebut sebagai kiblat intelektual para demosntran yang menunjukkan bahwa tidak akan pernah redup.

“Jika bertahan adalah bentuk cinta yang nyata, maka menyerang adalah bentuk cinta yang konkrit.” Tutup perempuan yang berlawan.

Penulis: Qhaerunnisa

Redaktur: Sudirman Rasyid