UMI: Kuis Kampus Islami di Tengah Pandemi Covid-19
Penulis : Mansyur
Cakrawalaide.com – Pernahkah Anda menyaksikan tayangan Superdeal di salah satu stasiun TV Nasional? Yah, program acara berupa kuis itu tiba-tiba teringat, ketika akun media sosial (medsos) milik Humas Universitas Muslim Indonesia (UMI) membuat instastory pada Jumat (10/4).
“Besok, kami akan umumkan informasi yang semua mahasiswa UMI tunggu.. Kira-kira apa di???”
Tentu narasi itu mengundang rasa penasaran, serupa Anda sedang menjadi peserta yang dipilih oleh host untuk memilih salah satu dari tiga tirai yang berisi hadiah utama, biasanya berupa mobil. Namun ada tirai di antaranya berisi zonk atau hadiah yang nilainya tidak berharga serupa hadiah utama, seperti barang rongsokan.
Sebelumnya, UMI telah mengeluarkan edaran terkait langkah pencegahan Covid-19, yakni kampus ditutup sejak 17 Maret hingga 26 April 2020 [Kemungkinan diperpanjang karena Makassar PSBB hingga 7 Mei]. Praktis dong, mahasiswa tidak bisa menikmati sarana dan prasarana yang ada. Meski demikian, proses belajar mengajar tetap berlangsung secara jarak jauh atau kuliah via daring (kuliah online).
Selama ini mahasiswa banyak mengeluhkan hal itu karena mesti mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli kuota internet, banyak dosen yang sekadar memberi tugas online, dan sulitnya akses jaringan internet di pelosok daerah. Belum lagi mahasiwa semester tua yang kesulitan melakukan bimbingan skripsi. Padahal Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) semester genap ini telah mereka bayarkan.
Mahasiswa tentu mengharapkan kebijakan yang jadi surprise dan keluh kesah mereka bisa terbayarkan lunas. Serupa tuntutan kampus atas pembayaran BPP dari mahasiswa.
Nah, tibalah keesokan harinya, Sabtu (11/4). Melalui akun instagram @umi.ic.id, kebijakan dari pimpinan universitas diinformasikan kepada mahasiswa UMI. Followers @umi.ic.id ada 14,3 RB loh. Lumayan banyaklah, melebihi setengah dari keseluruhan mahasiswa yang berjumlah lebih 22RB. Banyak kan? Biasalah kampus swasta terbaik gitu loh. Ada dua poin kebijakan pada postingan itu, yakni Subsidi Dana Pembelajaran Daring bagi seluruh mahasiswa sebanyak Rp 300.000 dan Quota Internet sebesar 30GB CloudX, hasil kerjasama UMI dengan Telkomsel yang sudah disiapkan jauh-jauh hari, katanya.
Sontak postingan berisi dua poin kebijakan Rektor UMI selama masa pandemi ini menuai banyak komentar bernada kritikan.
“Apaji ini, tidak sesuai harapan,” cetus akun bernama @rpaputungan.
“Tidak memberikan solusi,” timpal @karisman.
Kolom komentar begitu ramai. Sepanjang hari itu terus bertambah. Smartphone admin @umi.ic.id terasa dibombardir tuh dengan notifikasinya. Bahkan kolom komentar pun dimatikan. Sampai akhirnya postingan itupun ditarik dari peredaran, tanpa ada klarifikasi.
Apakah benar yang ditunggu-tunggu oleh seluruh mahasiswa isinya hanyalah zonk, pemirsa? Hahaha!
Cakrawalaide mewawancarai Saifullah Syahadah, Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Teknik UMI, menurutnya kebijakan dari pihak Rektor beberapa hari lalu itu sangat mengada-ada. Padahal dari kedua poin yang dikeluarkan lewat edaran tersebut semuanya cenderung tidak membantu meringankan beban mahasiswa UMI selama masa pagebluk Covid-19 ini.
“Pada poin pertama disitu dijelaskan bahwa akan ada pemotongan biaya BPP semester depan dari tiap mahasiswa sebanyak Rp 300.000. Ini sangat tidak masuk akal, jika kita lihat dari biaya BPP mahasiswa dari setiap jurusan yang ada di UMI, potongan itu sangat tidak berpengaruh. Ditambah lagi keadaan perekonomian di negara ini sedang merosot dan keluarga atau orang tua dari mahasiswa tidak semua berprofesi sebagai pegawai negeri ataupun orang mampu. Jadi kebijakan poin pertama sangat tidak mendukung bagi kelangsungan hidup mahasiswa UMI,” ujar mahasiswa FT jurusan Teknik Sipil itu, saat dihubungi via whatsapp.
BPP tiap semester yang mesti dibayarkan oleh Ullah sapaan akrabnya, sebesar Rp 5.250.000. Silakan Anda mengalkulasikan berapa persen jika dipotong Rp 300.000 untuk semester depan.
Masih menurut Ullah, edaran poin kedua yang berisi mengenai pihak UMI telah melakukan kerjasama dengan salah satu provider penyedia jasa jaringan, dengan menghasilkan kesepakatan memberikan kuota internet kepada mahasiswa sebanyak 30 GB CloudX, bisa diakses melalui aplikasi Mytelkomsel dan ditukarkan dengan Rp 10. Namun jika kita melihat, sebenarnya jauh hari sebelum edaran itu dikeluarkan, Telkomsel telah memberlakukan hal itu dan bisa diakses oleh seluruh pengguna layanan operator seluler tersebut (bukan hanya mahasiswa UMI).
“Sangat disayangkan kampus yang dikenal sebagai kampus swasta terbaik di luar pulau Jawa memberikan kebijakan yang sangat menjatuhkan reputasinya dan juga mahasiswanya. Belum lagi setelah mengeluarkan kebijakan tersebut, banyak mahasiswa yang mempertanyakan terkait dengan kebijakan itu. Malah akun instagram @umi.ac.id justru menolak untuk merespons segala bentuk pertanyaan dari mahasiswanya,” kata Ullah.
Setelah kami konfirmasi kepada pihak Telkomsel, memang benar ada kerja sama. Namun, bukan hanya dengan UMI saja, melainkan banyak PT. Bagi mahasiswa sendiri, paket kuota internet CloudX itu tidak ada artinya karena dosen yang memberikan perkuliahan mayoritas menggunakan aplikasi Zoom, Class Room, dan Whatsapp grup.
Saat ini para petinggi lembaga mahasiswa di FT UMI telah mengumpulkan aspirasi dari mahasiswa dan dituangkan ke dalam 4 poin tuntutan, yakni: 1. Menuntut pemotongan 50% biaya BPP di semester ganjil tahun ajaran 2020/2021 sebagai bentuk kompensasi terhadap hak mahasiswa dalam penggunaan sarana dan prasarana serta fasilitas kampus tidak dinikmati mahasiswa selama kuliah jarak jauh berbasis online dan kemampuan finansial di tengah wabah Covid-19; 2. Memberikan keringanan kepada mahasiswa yang mengalami keterbatasan akses jaringan internet selama pembelajaran daring dan memberikan nilai sewajarnya di akhir semester; 3. Mengatur sistem kerja pelayanan bimbingan kepada mahasiswa tingkat akhir, sesuai SE Dirjen Dikti No. 302/E.E2/KR/2020) perihal Masa Belajar Penyelenggaraan Program Pendidikan; 4. Memberikan klarifikasi terkait kebijakan universitas yang sempat dipublikasi.
“Dari keempat poin tuntutan yang kita buat, itu semuanya merupakan aspirasi dari mahasiswa,” terang Ullah.
Sesuai apa yang menjadi analogi di awal tulisan ini, kini seolah-olah mahasiswa yang menjadi host acara dengan memberikan tawaran (tuntutan) kepada birokrasi, dalam hal ini Rektor UMI. Jika menyelisik SE Plt. Dirjen Dikti dengan nomor surat 302/E.E2/KR/2020, setiap pimpinan Perguruan Tinggi telah diberikan otoritas penuh untuk mengambil keputusan terkait kebijakan yang paling pantas dan sesuai untuk tiap universitas.
Bukan tidak mungkin jika tuntutan itu dipenuhi oleh Rektor kampus Islami, pun itu hanyalah merupakan hadiah turunan. Sebab sebagaimana dikutip dari tirto.id dalam surat edaran yang ditandatangani Plt. Dirjen Dikti, Nizam, mengatakan bahwa “penghematan biaya operasional penyelenggaraan pendidikan yang diperoleh selama dilakukan pembelajaran dari rumah, mohon dapat digunakan untuk membantu mahasiswa, seperti subsidi pulsa koneksi pembelajaran daring, bantuan logistik, dan kesehatan bagi yang membutuhkan.” Nah, sampai sejauh ini kan belum ada salah satupun dari yang disebutkan terealisasikan?
Sementara itu, M.Afdhal, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Komputer (Fikom) yang juga sempat kami tanyai mengenai dua poin kebijakan Rektor. Ia menilai itu belum maksimal.
“Kebijakan yang dikeluarkan UMI belum sesuai sama kondisi yang ada dan pihak kampus masih terkesan terlalu memikirkan profit di tengah kondisi sekarang, menyebabkan kebijakannya tidak maksimal,” ujarnya.
Afdhal menambahkan, “Justru pada saat seperti ini pihak kampus harusnya lebih bijak dalam mengeluarkan kebijakan untuk membantu teman-teman mahasiswa dalam menghadapi wabah pandemi, bukan hanya dalam segi bantuan dalam penanggulangan untuk pembelajaran dan peningkatan intelektual, tapi juga membantu mengurangi/meringankan beban dari mahasiswa terkhusus orang tua dari mahasiswa tersebut,” tutupnya.
Bisa jadi Rektor UMI sedang benar-benar menghemat anggaran agar dapat digunakan untuk biaya operasional semester depan. Menyiapkan hadiah utama bagi mahasiswa: penggratisan BPP. Mengingat juga, masifnya dampak wabah virus Corona ini bagi semua orang. Terutama secara ekonomi.
Tinggal tunggu momen tepat saja kayaknya, mungkin di bulan suci ramadhan baru diumumkan lagi oleh Rektor lewat @umi.ic.id . Semoga saja.
Reporter Cakrawalaide beberapa kali mencoba untuk menghubungi para pimpinan UMI untuk memastikan, akan tetapi sampai naskah ini selesai ditulis belum ada respons sama sekali.
Jika UMI memberi kejutan kepada mahasiswa, itu hal biasa saja karena berhubung UMI ini kan memang perguruan tinggi swasta (PTS) pertama dan satu-satunya di luar pulau Jawa terakreditasi A. Selain itu UMI cukup dikenal dengan nuansa Islami. Terbaiklah pokoknya!
1 thought on “UMI: Kuis Kampus Islami di Tengah Pandemi Covid-19”