Mahasiswa dan Pelajar Makassar: Gagalkan Omnibus Law dan Wujudkan Pendidikan Gratis
redaksi 15 Agustus 2020 0Penulis : Affif Syah
Makassar, Cakrawalaide.com – Gelombang penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja kembali terjadi di Kota Makassar. Hal itu dipicu atas sikap DPR RI yang tetap membahasnya meskipun menuai banyak penolakan dari masyarakat sipil.
Kali ini datang dari mahasiswa (Aliansi Makar) dan pelajar Makassar (APM), mereka menggelar aksi massa dengan tajuk “Gagalkan Omnibus Law dan Wujudkan Pendidikan Gratis”, di depan Kantor DPRD Provinsi Sul-Sel, Jl Urip Sumoharjo, Jumat (15/8/2020).
RUU Cipta Kerja dalam penyusunannya menggunakam model Omnibus Law. Secara teknis penyusunannya, RUU ini memuat perubahan, penghapusan, dan pembatalan atas 79 undang-undang. Kebijakan Omnibus Law Cipta kerja ini diklaim oleh pemerintah dapat meningkatkan investasi dengan pendekatan penyederhanaan perizinan sekaligus mengharmonisasikan aturan-aturan yang dianggap menghambat berjalannya arus modal.
Klaim RUU Cipta Kerja memberikan dampak lebih baik bagi perekonomian Indonesia dibantah oleh Aliansi Makar dan APM. Anwar selaku Jendral Lapangan, menjelaskan bahwa jika RUU ini disahkan akan terjadi liberalisasi ekonomi yang akan berdampak pada hajat hidup masyarakat luas.
“Dampak nantinya jika disahkan adalah penggusuran, penyingkiran hak masyarakat adat, perusakan lingkungan, krisis pangan, penyingkiran hak-hak pekerja, liberalisasi sektor publik (kesehatan dan pendidikan) menjadi hal akan sering kita jumpai jika rancangan aturan ini berhasil disahkan,” jelas Anwar.
Dalam konteks pendidikan, Makar dan APM menyoroti praktik liberalisasi pendidikan yang dilegitimasi lewat RUU Cipta Kerja.
Hal tersebut termuat dalam RUU Cipta Kerja yang nantinya akan berdampak besar terhadap bidang pendidikan dengan dihapusnya prinsip nirlaba dalam UU Perguruan Tinggi.
“Dampaknya biaya pendidikan akan semakin mahal sehingga menyebabkan akses pendidikan semakin sulit,” ujarnya.
Lebih lanjut, Anwar memaparkan, ihwal tanggung jawab pemerintah atas pendidikan rakyat semakin terkisis lewat aturan ini (RUU Ciptaker). Hak rakyat atas pendidikan masih belum menjadi prioritas.
“Secara tegas kami menolak penuh terhadap RUU ini. Jika pemerintah tetap membahas, maka kami akan terus melancarkan protes secara berkelanjutan,” tegas Anwar.
Selain hal di atas, Makar dan APM juga menyoroti terkait proses perumusan Omnibus Law Cipta Kerja yang tertutup dan tidak partisipatif. Aktor yang dominan terlibat hanya berasal dari pihak pengusaha dan pemerintah. Sedangkan aktor-aktor yang akan terdampak seperti pekerja, masyarakat adat, petani, nelayan, dan masyarakat sipil lainnya tidak diberikan ruang dalam proses penyusunannya. Hal ini dinilai mengkhawatirkan akan mengingkari kepentingan masyarakat luas, tetapi hanya untuk mengakomodir arus modal yang justru merugikan masyarakat.
Hal lain ditekankan salah satu massa aksi, Rafi, menurutnya DPR RI dan Pemerintah seharusnya fokus pada penyelamatan warga negara agar terhindar dari pandemi Covid-19.
“Bisa dibilang saat ini kita sedang di ambang krisis sosial ekonomi akibat pandemi. Alih-alih memfokuskan mitigasi mereka (DPR dan Pemerintah), justru malah membahas RUU yang akan menghajar kesejahteraan rakyat,” terang mahasiswa dari Universitas Muslim Indonesia itu.
“Ini adalah mosi tidak percaya kita pada rezim hari ini. Rezim yang dengan terang-terangan mengangkangi kepentingan rakyat,” tutup Rafi.