Aksi Kamisan Santuy di Makassar Direspresi oleh Ormas, Dua Peserta Dibawa Paksa
Penulis: Mansyur
Cakrawalaide.com – Dua orang dari Aliansi Prodemokrasi yang hendak melangsungkan aksi Kamisan Santuy, dengan mengusung isu “HAM dan Demokrasi Direpresi serta Cabut Omnibus Law”, di Jl.Urip Sumoharjo, Makassar, dibawa paksa oleh anggota organisasi masyarakat (Ormas), Kamis (15/10/2020) sore.
Berdasarkan pemantauan Cakrawala IDE, massa aksi Kamisan Santuy yang baru hadir di titik kumpul (Halte UMI), didatangi sekelompok orang mengaku dari Brigade Muslim Indonesia (BMI) dan Pemuda Pancasila (PP), mereka mempertanyakan maksud aksi yang bakal digelar Aliansi Prodemokrasi.
Tidak lama kemudian, Farhan Ahmad Nazer atau Datu selaku peserta aksi Kamisan Santuy yang merasa tertekan dan terlihat ketakutan, secara repleks hendak melarikan diri. Namun banyaknya orang anggota Ormas berhasil menangkap dan langsung memiting Datu. Alhasil Datu mengalami luka lecet di jempol kaki sebelah kiri.
Menurut keterangan Zulkifli sebagai ketua BMI, Datu diduga terlibat dalam insiden pembakaran videotron Kantor Gubernur Sulsel.
“Dicurigai terlibat waktu pembakaran (videotron) di depan Gubernuran dan ini ada salah satu korban, ini dia salah satu korban yang paham dan tahu dia (Datu) ada di lokasi,” kata Zul, ketua BMI sambil menunjuk salah seorang mengaku anggota Pemuda Pancasila sebagai saksi kejadian pada 8 Oktober 2020 malam.
Datu dianggap berada di lokasi beberapa saat sebelum pembakaran terjadi.
“Dia hadir pada saat sebelum kejadian pembakaran, cuma dia tidak masuk di Kantor Gubernur dan yang menyerang ke Mall Nipah memang bukan dia, tapi kami putuskan ambil dia dulu supaya kita tahu pelaku yang lain,” kata Ian, saksi dari anggota PP.
“Kau mau panjang atau pendek? Kalau mau pendek kooperatif ko. Saya jamin kau tidak apa-apa, asal kau ngomong gerbongnya siapa? Yang lain pulangmi dulu!” Cetusnya kepada Datu dan seluruh massa aksi disuruh untuk membubarkan diri.
Sementara itu, Datu saat dimintai keterangan atas tuduhan tersebut mengaku tidak mengetahui dan sama sekali tidak terlibat insiden pembakaran.
“Itu yang saya bingung. Tiba-tiba saya dituduh sebagai pelaku padahal itu saya tidak tahu, hari itu saya langsung pulang pada saat ada gas air mata. Saya tidak tahu pembakaran itu jam berapa dan siapa-siapa saja, langsung saya dituduh dan juga tidak ada bukti kalau memang saya terlibat,” ujar Datu, sembari kedua tangannya dikunci ke belakang oleh anggota Ormas.
Diketahui, Kamis 8 Oktober 2020, Datu bersama Aliansi Prodemokrasi memang melangsungkan demo. Namun menurutnya, massa aksi dari aliansi itu segera bubar saat tahu kondisi di depan DPRD Provinsi Sulsel sudah ricuh dengan kepolisian.
“Kami dari sore sudah bubar karena ada informasi bahwa massa yang di depan sudah bentrok dengan polisi, kami baca pernyataan sikap lalu bubar,” ungkap Datu.
Di depan Halte UMI, massa aksi terus berupaya menghadang kelompok Ormas untuk membawa pergi Datu karena tidak satupun yang bisa menunjukan bukti tuduhan.
Namun, setelah beberapa menit, datang seseorang mengaku anggota kepolisian dari Polrestabes Makassar. Kami coba meminta menunjukan KTA dan surat perintah penangkapan, tetapi malah bentakan yang dilontarkan.
Akhirnya Datu dibawa secara paksa dari Halte UMI menuju depan Kantor Gubernur. Di sana beberapa kendaraan motor anggota Ormas terparkir.
Dalam perjalanan itu, Muhammad Azrian Islan, juga bagian dari Aliansi Prodemokrasi, mencoba menolong Datu untuk dilepaskan, hingga akhirnya ia turut diambil.
Mereka berdua dibawa dengan kendaraan sepeda motor menuju Polsek Panakukang. Saat ini, berdasarkan informasi dari Aliansi Prodemokrasi, Datu dan Muhammad Azrian Islan sudah dibawa ke Polrestabes Makassar.