Ajukan Derden Verzet, Bentuk Perlawanan Bara-Baraya
Penulis: Muhammad Afdhal Rinaldi Syamzaini
Makassar, Cakrawalaide.com– LBH Makassar mengadakan diskusi publik dengan tema menjaga bara: ‘desakan penghormatan dan pemenuhan hak atas tanah warga Bara-Baraya’ di kantor LBH Makassar, Jl. Nikel 1 No. 18 Kec. Rappocini, Kota Makassar, Jumat (26/05/2023).
Dalam diskusi yang diadakan LBH adalah bentuk kampanye mendukung Bara-Baraya yang kasusnya masih bergulir sampai saat ini.
Ridwan selaku dari LBH Makassar dalam diskusi menuturkan perihal awal sejarah kasus sengketa lahan Bara-Baraya yang sampai saat ini terus berlanjut.
“Warga Bara-Baraya sudah menguasai tanah sejak tahun 60an ada juga mulai menguasai di tahun 1970an, penguasaan ini di dasari beberapa bentuk mulai dari perjanjian sewa, ada iba, ada juga akte jual beli, penguasaan tersebut mereka hidup dengan keluarganya dengan damai dengan tenang kemudian menjalankan aktivitasnya. Tetapi di tahun 2017, tiba tiba ada orang kemudian mengklaim bahwa tanah tersebut tanah yang di tempati warga Bara-Baraya adalah tanah miliknya,” tuturnya.
Lebih lanjut, Ridwan menerangkan pengklaiman atas tanah warga Bara-Baraya terus berlanjut sampai di meja pengadilan dengan tuduhan bahwa tanah tersebut adalah milik ahli waris yakni Nurdin Dg Nombo yang telah bersertifikat.
“Pengklaiman tersebut berlanjut dengan dalih bahwa tanah yang di tempati oleh warga sebanyak kurang lebih 40 KK diklaim bahwa tanah tersebut adalah bagian dari tanah sertifikat nomor 4 yang dahulunya sebagian itu di sewakan kepada pihak TNI yang menyewa dalam hal ini adalah ahli waris dari pemilik sertifikat yakni sodara Nurdi dg nombo,” lanjut Ridwan.
Ridwan juga mengungkapan bahwa pihaknya akan tetap berupaya mempertahankan tanah warga Bara-Baraya dengan mengajukan derden verset (perlawanan pihak ketiga).
“Perkembangan situasi hari ini, Bara-Baraya tetap melakukan perlawanan, tetap melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan tanahnya dan hari ini kami selaku tim Kuasa Hukum sedang mengajukan derden verzet sebentar lagi akan menjelang putusan, kalau tidak salah jadwalnya yang ditetapkan pengadilan bahwa tanggal 30 Mei 2023 akan dilakukan putusan pengadilan terkait upaya derden verzet,” ungkapnya.
Ridwan mengatakan upaya derden verzet ini sebagai bentuk perlawanan oleh warga terhadap upaya eksekusi yang di lakukan oleh pihak penggugat.
“Upaya derden verzet perlawanan pihak ketiga ini, dimasukkan sejak keluarnya putusan PK yang terakhir itu, kemudian ada upaya yang di lakukan terkait masalah peluang kami, sebagai kuasa hukum berkeyakinan bahwa upaya derden ini dikabulkan, karena berdasarkan fakta di persidangan terungkap dengan jelas pelawan yang hari ini mengajukan derden itu sama sekali tidak pernah di tarik sebagai perihal dalam perkara, harapannya juga bahwa upaya derden ini adalah sebagai bentuk protes pihak ketiga terhadap adanya upaya eksekusi yang di momokan oleh pihak penggugat,” katanya.
Kasus yang di alami oleh warga Bara-Baraya ini adalah rentetan kasus perampas tanah di Kota Makassar, Maulana selaku Pengacara Publik dalam diskusi menerangkan bahwa pemahaman warga dalam memahami tata kota yang berpihak pada pengusaha merupakan hal penting dalam perlawanan menghadapi mafia tanah.
“Di dalam rentang perjalanan advokasi hal yang menjadi poin penting dalam upaya untuk memasifkan perjuangan warga adalah ketika warga memahami bahwa ini adalah kontradiksi laten sebagai konsekuensi dari penataan kota yang berpihak pada kepentingan modal, ketika kota itu di tata dengan menyadarkan pada kepentingan modal maka seluruh tempat tinggal warga yang tidak memberikan kontribusi pada kepentingan modal akan di anggap sebagai ancaman,” terang Mao, sapaan akrabnya.
Kemudian dalam rentang pelaksanaan proses eksekusi, kata Mao, bukan pihak berkara saja yang mempunyai kepentingan tetapi ada kepentingan modal yang juga berada di balik konflik warga miskin kota dalam menghadapi penggusuran, makanya kita harus melihat bukan dalam konteks sengketa perdata tapi di lihat dalam konteks perampasan tanah, nah karennya perampasan tanah tersebut bukan hanya menyasar warga Bara-Baraya saja tetapi siapa pun yang tidak memiliki posisi power dalam proyek penataan kota tersebut dia berpotensi juga menjadi korban penggusuran. Apa lagi dalam konteks perampasan tanah tersebut rangakaian proses hukum guna memuluskan proses perampasan tanah tersebut dalam beberapa kasus berupaya kriminalisasi warga mulai dari pihak lawan dengan membuat laporan tentang penyerobotan yang di arahkan ke pada warga.
Menurut Mao pengacara Publik itu, kasus Bara-Baraya tidak non eksekutabel karena faktanya objek sengketa itu kabur, kedua dalih eksepsional itu di batalkan di Mahkamah Agung karena aksesnya di paksakan dan harusnya pengadilan mengabulkan derden verzet warga Bara-Baraya.
“Dalil eksepsional itu dalil pengadilan, ada beberapa fakta hukum yang bisa di konfirmasi dalam berkas perkara yang menguatkan bahwa Bara-Baraya non eksekutabel pertama adalah objek yang kabur tersebut itu menjadi alasan yang utama bagi pengadilan, seharusnya menjadikan fakta tersebut sebagai dasar karena tentunya anjuran di dalam perkara tersebut ini tidak di laksanakan dalam rangkaian proses persidangan seperti anjuran ketentuan sama berkaitan dengan peninjauan setempat, dalam perkara ini perjalanannya itu tidak di lakukan peninjauan setempat sehingga tentu proses hukum acara yang tidak dilalui tersebut menunjukkan fakta bahwa objek ini memiliki potensi error in objecto (kesalahan gugatan objek),” kata Mao
Apa lagi di konfirmasi, lanjut Mao, dengan fakta-fakta yang terurai di hadapan persidangan bahwa objek perakara ini kabur, dengan alasan error in objecto tersebut menjadi alasan yang kuat agar pengadilan itu tidak melaksanakan eksekusi atau menyatakan bahwa objek tersebut itu non-eksekutabel karena berpotensi merugikan pihak lain yang tidak pernah di tarik dalam perkara, yang memungkinkan objek nya tersebut bisa di eksekusi pada akhirnya melanggar hak dari orang tersebut.
“Selain itu juga tidak di ketahuinya objek yang akan di eksekusi itu menunjukkan fakta bahwa seharusnya dalih eksepsional itu harusnya diputus dalam tingkat pertama tingkat kedua tingkat banding judex juris atau Mahkamah Agung, kemudian menegaskan bahwa fakta tersebut karena tidak di laksanakannya pemeriksaan setempat apa lagi fakta objek yang kabur, harusnya menjadi alasan eksepsonial menyatakan gugatan penggugat itu tidak bisa di terima karena aksesnya di paksakan hingga berlanjut saat ini eksekusi yang akan di lakukan oleh pengadilan di Bara-Baraya,” kata Mao.
Untuk objek ini tidak boleh di paksakan lanjut Mao, “Tidak boleh karena kalau di paksakan itu tadi, faktanya akan merembet pada pelanggaran hak yang di lakukan, juga terkena dampaknya pada orang lain yang tidak memiliki kepentingan dalam perkara ini, tapi objeknya di eksekusi makanya dengan alasan itu saya rasa cukup bagi pengadilan bagi mengabulkan derden verzet yang dilakukan oleh warga Bara-Baraya yang menyatakan bahwa objek yang akan di eksekusi tersebut itu non eksekutabel atau tidak bisa di eksekusi,” tutup Mao.
Redaktur: Sahrul Pahmi