Aksi Gagalkan Omnibus Law dan Tuntut Pendidikan Gratis di Makassar Mengalami Represi dan Penangkapan
Penulis: Mansyur
Makassar, Cakrawalaide.com – Aksi unjuk rasa Aliansi Mahasiswa dan Pelajar Makassar dengan tuntutan “gagalkan Omnibus Law (RUU Ciptaker) serta wujudkan pendidikan gratis” mengalami represivitas dan dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian, di Jl.Urip Sumoharjo, Kamis (16/07/2020).
Menurut keterangan koordinator lapangan, Anwar menjelaskan, massa aksi mulai berkumpul di halaman masjid 45 sejak siang hari, lalu menuju titik aksi usai waktu zuhur.
“Kita bergeser ke titik aksi, yakni di depan kantor DPRD provinsi. Beberapa jam kami melakukan aksi, tiba-tiba ada tindakan mendorong gerbang oleh aliansi lain, yaitu Gerakan Pemuda Makassar. Lalu berdampak ke kami, sehingga diputuskan untuk mundur sampai ke atas fly over, sehingga akhirnya kita dibubarkan paksa oleh kepolisian dengan gas air mata,” jelas Anwar.
Lebih lanjut, Anwar menuturkan, beberapa pengunjuk rasa mendapati tindakan pemukulan dan diangkut menuju Polrestabes Makassar menggunakan mobil Jatanras.
“Kami sempat bertahan beberapa waktu, tapi pihak kepolisian terus menembakkan gas air mata, padahal kami tidak bersalah. Itu bagi kami adalah tindakan represif. Ada sekitar 20 orang kawan kami yang ditangkap dan beberapa mengalami pemukulan,” tuturnya.
Berdasarkan keterangan pengacara publik, Muhammad Ansar dari LBH Makassar, hingga saat ini mereka masih ditahan dan beberapa kali ia mencoba untuk menemui, tetapi pihak kepolisian tidak mengizinkan untuk bertemu dengan demonstran yang ditahan.
“Kami mendapat laporan dari kawan mahasiswa yang ditangkap, sehingga kami datang ke polrestabes untuk memberi pendampingan hukum. Namun faktanya ketika kami berkomunikasi ke pihak polrestabes, kami tidak diberikan akses sama sekali untuk bertemu dengan kawan-kawan di dalam. Padahal dalam KUHAP pasal 56 ayat 1 itu jelas sekali bahwa pada saat orang ditangkap sudah bisa didampingi secara hukum,” jelasnya.
Ansar menilai pihak kepolisian seolah menghalang-halangi upaya pendampingan hukum terhadap para demonstran.
“Kami tidak mendapatkan alasan yuridis, yang dibenarkan oleh hukum. Alasan pertama mereka tidak mengizinkan kami bertemu langsung, katanya mereka belum BAP. Padahal akses pendamping hukum itu bukan saat BAP, katanya nanti mereka yang tanya. Itu menurut kami adalah alasan yang mengada-ada,” tutup Ansar.