muslimah siluet
ilustrasi / sumber: dpra-pasarminggu.blogspot.com

Bertahun-tahun sebelumnya dia adalah salah satu dari hanya segelinitir orang yang kukenal sangat menjunjung tinggi ikatan. Ikatan dalam bentuk apapun itu. Mulai dari ikatan darah yang abadi, sampai kepada ikatan kepanitiaan yang temporari. Loyalitasnya lurus melebihi linggis, bahkan pantas dikalungkan medali emas. Semua berjalan sempurna sampai akhirnya sebuah ikatan menariknya terlalu jauh dari zona aman yang sudah ia bangun selama ini.

Ibarat menyusuri labirin tanpa peta, dia tersesat. Terperdaya oleh cahaya fatamorgana, tertipu liku yang berujung buntu. Seiring dengan perjalanan jauh di labirin barunya, senar-senar ikatan yang sudah dia bangun sebelumnya terus terulur mengikuti segenap langkahnya. Terulur dan terulur hingga akhirnya menggenting karena uluran sudah sampai pada batasnya. Dan akhirnya, satu per satu ikatan tersebut putus. Dia mulai kehilangan arah. Berjalan sempoyongan di tengah pusaran kehidupan, meraba gulita tanpa panah penanda arah.

Sajak saat itu, segala bentuk ikatan seakan terhapus dari kamusnya. Tidak sekalipun dia membiarkan dirinya terikat apalagi percaya pada ikatan. Dia hanya punya satu pegangan, cahaya dalam imaji yang menyatu dengan nurani.

Suatu hari seorang kawan berbisik di telingaku tentang dia. Dia yang katanya mulai muncul di permukaan sebagai sosok yang berbeda, yang bertolak belakang dengan prinsipnya selama ini. Dia membangun ikatan baru dengan sesuatu yang sangat ia hindari selama ini. Pelan tapi pasti, sosoknya mulai terlihat. Tanda tanya besar mulai melintas dalam benakku, berharap segera menemukan jawaban.

Dan hari itu pun tiba. Hari dimana aku berpapasan dengan dia, kesempatan mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang bersarang menggerogoti nalar. Kutatap dia setajam belati, berharap telepati kembali menghampiri. Tapi aku merasakan tameng tak tertembus. Bibirnya yang dulu kerap meringis sinis, kini tersenyum manis. Terlalu manis sampai-sampai aku merasakan ada ancaman di baliknya. Di saat seperti ini, aku merasa seringai sinis dan pribadi skeptisnya jauh lebih jujur.

Hingga mata kami berhenti beradu pandang, aku masih tidak menemukan kepastian. Satu-satunya hal yang bisa kuyakini adalah bahwa aku hanya harus menunggu dan menyaksikan. Membiarkan waktu menjawab segalanya.

Penulis: Ns @rokhitam
Red: Her

3 thoughts on “Cerita Bersambung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *