Diskusi Himasos UNM: Bongkar Relasi Kuasa di Balik Kasus Kekerasan Seksual

MakassarCakrawalaIDE.com Di bawah rindangnya pepohonan di pelataran Fakultas, puluhan mahasiswa berseragam hitam-putih duduk melingkar, menyimak penjelasan dari pembicara. Himpunan Mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Makassar ( Himasos UNM) menggelar diskusi publik bertajuk “Analisis Kekuasaan dan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi: Kegagalan Institusi dan Bagaimana Keadilan Ditegakkan” di Pelataran Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FIS-H), Rabu 22/10/2025.

Forum diskusi ini menyoroti maraknya kasus-kasus kekerasan seksual yang kerap terjadi dalam lingkup kampus, disebabkan oleh relasi kuasa yang dibangun. Viralnya kasus pelecehan seksual yang dilakukan seorang rektor hingga kasus oknum dosen yang masih dalam proses hukum, ini merupakan bentuk kekerasan seksual yang bekerja melalui relasi kekuasaan.

Rahma Amin, selaku pembicara cukup tegas menyoroti peran kampus sebagai ruang akademik semestinya menjadi ruang aman bagi setiap gender bukan ruang yang menormalisasi kekuasaan dan ketimpangan. Maraknya kasus kekerasan seksual dalam lingkungan perguruan tinggi adalah tanda gagalnya kampus menjalankan fungsinya sebagai ruang Pendidikan yang memanusiakan.

“Seharusnya kampus menjadi tempat pencerahan, mengajarkan nilai-nilai baru/ budaya-budaya baru yang lebih egaliter (Setara),” tegasnya.

Ia melanjutkan, bahwa salah satu akar yang membuat kekerasan seksual di kampus terus tumbuh subur adalah kuasa atas modal. Mengutip teori Pierre Bourdieu, menjelaskan bahwa kekuasaan dalam lingkungan akademik tidak hanya ditopang oleh uang, namun juga modal budaya, sosial, dan simbolik. Modal simbolik digambarkan sebagai gelar atau status yang melegitimasi pelaku untuk berkuasa atas tubuh dan suara korban.

“Salah satu yang memperkuatnya kekerasan seksual dikampus adalah karena Modal. Modal bagi Pierre Bourdieu itu ada 4: modal ekonomi, budaya, sosial, dan simbolik,” jelas Demiosioner Ketua Umum Himasos periode 2011-2012 tersebut.

Satu di antara peserta diskusi menyoroti kegagalan institusi kampus dalam menegakkan keadilan bagi korban kekerasan seksusal. Ia menilai banyak kasus di perguruan tinggi justru berakhir tanpa diselesaikan, sebab alasan kurangnya bukti bahkan diselesaikan secara damai. Ia juga menyoroti kebiasaan kampus yang menunggu ada korban selanjutnya baru menegakkan keadilan.

“Mengapa kasus kekerasan seksual diperguruan tinggi ini seringkali berakhir dengan tidak ada bukti? ” tanya atirah Ramadani

Dalam selebaran yang berikan, Aliansi Mahasiswa UNM menganalisis jika yang terjadi di ruang kampus bukan hanya sekedar persoalan individu predator, tetapi gambaran bagaimana struktur patriarki bekerja di Institusi Pendidikan. Seorang rektor bukan hanya pemimpin administrasi, ia adalah symbol kuasa, pengambil kebijakan, penjaga nilai moral, serta intelektual kampus.

“Ketika figur seperti ini melakukan pelecehan, maka seluruh system Universitas berada dalam kondisi darurat etik dan moral,” dikutip dalam selebaran.

Penulis: Ali Madani Sarabity

Redaktur: Sudirman Rasyid