IWD SULSEL: Situasi Perempuan Dalam Pusaran Indonesia Gelap

Makassar, cakrawalaIDE.com, Aliansi Gerakan Rakyat IWD Sulsel (Sulawesi Selatan) melakukan aksi kampanye International Woman Day sebagai tindakan untuk mengingat perjuangan Perempuan yang pernah terjadi di seluruh dunia dengan tema Indonesia Gelap, Situasi Perempuan Makin Kelam, di bawah Fly Over Jl. A.P Pettarani Sabtu (08/03/2025).
Hal ini sebagai aksi damai yang dilakukan bertujuan untuk menyampaikan keresahan masalah sosial yang terjadi khususnya di Sulawesi Selatan, baik itu masalah sosial di Masyarakat, dunia Pendidikan, di Lembaga layanan, dan Lembaga bantuan hukum.
Suriani SP Anging Mammiri, mengatakan bahwa aksi ini adalah sebuah tindakan untuk mengingat perjuangan para perempuan di seluruh dunia dan bagaimana menyoroti penanganan dan pemulihan para korban kekerasan seksual, terutama yang terjadi di kampus.
“Harapannya bahwa suara-suara yang kita sampaikan hari ini, itu akan sampai ke publik dan sangat berharap sampai kepada pemerintah” ungkap Suriani.
Ia juga mengungkap bagaimana masalah seksisme yang disampaikan oleh salah satu anggota DPRI Ahmad Dhani dan TNI Polri yang melakukan intimidasi di lapisan masyarakat.
“Kalau saya melihat diseruan disampaikan bahwa mereka wajib belajar training feminis, supaya mereka bisa mengerti, dan bagaimana TNI Polri berhenti melakukan intimidasi dan bagaimana diwujudkan keadilan bagi masyarakaat khususnya perempuan” sambungnya
Salah satu massa aksi sebagai pekerja buruh perempuan menerangkan bagaimana sistem negara belum selayaknya dan belum sepenuhnya memberikan perlindungan yang komprehensif terhadap perempuan.
“Saya sebagai buruh pekerja sangat merasakan jikalau hak-hak pekerja perempuan itu belum sama sekali ditemui, contohnya orang ini efesiensi anggaran dari pemerintah” ujar anisa.
Anisa menuturkan sebagai buruh pekerja sangat merasakan jikalau buruh perempuan itu menjadi impas karena efesiensi anggaran.
“Banyak sekali teman-teman buruh yang single parents itu, mereka dikeluarkan dari perusahaan dengan dali mengatas namakan efesiensi” jelasnya.
Perempuan yang bergaya simpel itu menambahkan di mana perlindungan negara terkait dengan hak-hak perempuan sebagai buruh belum efisien, mereka belum menikmati hak-hak perlindungan dari perusahaan.
“Karena kami bekerja itu 7 hari penuh,, walaupun hari minggu kami tetap masuk bekerja, cuti haid kami tidak dapat, cuti melahirkan tidak didapat” tegas Anisa.
Bukan hanya itu, sebagai buruh harian perempuan Anisa juga menegaskan keluh kesahnya bagaimana di tempat ia bekerja itu mengalami PHK besar-besaran yang kemungkinan besar para pekerja tidak berhak mendapatkan pesangon dan kompensasi dalam perusahaan.
Mereka bekerja selama satu bulan penuh, tidak memiliki waktu libur. Karena ketika mereka libur, mereka diancam akan kehilangan pekerjaan. Anisa mengungkapkan satu hal yang miris di tempat kerjanya soal banyaknya teman-teman perempuan mengalami trauma karena mereka mengalami kekerasan dalam ruang-ruang produksi.
Mereka di lempar dengan es, dengan peralatan-peralatan produksi, terus mereka sering dikata-katai, diledekin sama pengawas. Sampai saat ini perusahaan tidak pernah menyediakan pemenuhan safety, yaitu fasilitas tubuh, perlindungan tubuh bagi teman-teman Perempuan. Juga gaji yang mereka dapat dari perusahaan itu sendiri mereka membeli perlengkapan. Bahkan gaji dari buruh itu tidak seberapa.
Sebagai pekerja perempuan itu, upah yang diperoleh bukan upah perjam, namun upah bervolume. Di mana setiap orang gajinya berbeda-beda, yang ketika sudah lansia hanya dapat seratus ribu per minggu, dan dalam satu bulan ketika dihitung hanya mendapat lima ratus ribu saja.
Penulis: Indah Yanabia
Redaktur: Qhaerunnisa