Jendela dan Bahasa Imajinasi
Cakrawalaide.com, – Salah seorang yang telah menunjukkan kekuatan bahasa dan imajinasi ialah penulis novel berjudul 1984 bernama George Orwell, ia pernah berkata, “Jika ingin menghancurkan satu kebudayan, hancurkan bahasa dan imajinasi generasinya,” Kira-kira begitulah ucapan yang dingin dan cerdas mengungkapkannya.
Mungkin tak jarang kita temui kalimat yang menyatakan bahwa buku adalah jendela dunia.
Iya, sepakat dengan hal demikian sebab jika memandang bahwa setiap jendela adalah imajinasi dan buku adalah bahasa. Maka, jendela adalah bandara dan imajinasi adalah pesawat terbang. Hal ini jelas dan selamanya akan membawa kita terbang mengunjungi langit-langit luas dan menemukan pengetahuan baru.
Di sisi lain mungkin tak banyak orang yang terobsesi dengan jendela, berbeda dengan Matteo Pericoli.
Ia seorang arsitek, dosen, seniman dan penulis yang lahir di Milan, Italia. Bahkan, Ia pernah meneliti keliling dunia perihal jendela, dalam bukunya Manhattan Unfurled yang terbit sejak tahun 2001, buku sepanjang 67 meter yang dilipat seperti akordeon itu berisi gedung-gedung pencakar langit Manhattan.
Bagi Pericoli, “Perkembangan kota adalah gambaran nyata perkembangan pikiran manusia”.
Bisa jadi, kiranya semakin tingginya gedung maka semakin tinggi pula jendela, maka manusia semakin mudah menggapai langit.
Jendela adalah media untuk saling menyapa dari luar ke dalam, yang di dalam meratap keluar dan selebihnya adalah tempat masuknya udara dan cahaya agar mampu menikmati dan melihat diri sendiri.
Berbicara tentang perkembangan pikiran manusia maka tak lain adalah berbicara tentang teknologi. Bagaimana jadinya kehidupan manusia jika rumah-rumah mereka tak memiliki jendela?
Tapi karena perkembangan teknologi, maka jendela-jendela mereka tergantikan oleh jendela-jendela canggih. Jendela mereka berupa Televisi, Android dan teknologi lainnya.
Bahkan mengetuk atau memainkan alat canggih tersebut dengan alasan segala kebodohan mampu terjawantahkan.
Inilah jendela yang lebih ramah, praktis dan baik hati. Bahkan orang tua dengan bangga membelikan anak-anak mereka alat canggih tersebut dan seolah tak ingin terlihat bodoh.
Sementara buku-buku yang semestinya sebagai media bahasa untuk menjelajahi dunia sangat kurang terlihat di hadapan regenerasinya. Hal ini sama halnya membunuh imajinasi dalam ruang bahasa dan menutup jendela-jendela yang sebenarnya.
Jendela adalah dunia nyata yang indah. Melalui jendela adalah mempertahankan dunia sebagai kepingan surga.
Bukan teknologi yang tercipta dari kejamnya bara api.
Jika hal yang seperti ini tidak digunakan dengan sewajarnya, maka bahasa dan imajinasi mendekati kehancuran lebih dekat merayakan kematian.
Mari kembali membuka jendela dan bahasa imajinasi.
Penulis : Iwan Mazkrib
Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN