Karena Dengan Cara Mengkritik, Kami Mencintai Kampus
Pada dasarnya, fungsi pers mahasiswa sama seperti fungsi pers umum, yaitu sebagai sarana pendidikan, hiburan, informasi dan control sosial. Tetapi seiring jalannya waktu, banyak kawan aktivis persma (pers mahasiswa) yang berbagi keluh kesah soal kebijakan kampus yang membelenggu kebebasan mereka. Mereka tak akan mendapat suntikan dana dari kampus, jika karya jurnalistiknya menyudutkan pihak birokrasi. Karena faktor itu, kini pers mahasiswa tak lebih sebagai media untuk pencitraan kampus. Ketajaman pena pers mahasiswa mulai tumpul. Pers mahasiswa tak mampu lagi menyuarakan kebenaran di dalam kampus. Sebagai pelarian, banyak pers mahasiswa yang memilih mengangkat isu-isu di luar kampus. Kekuatan dan kelemahan yang dihadapi oleh pers mahasiswa sungguh sangat dahsyat. Pada analisa kekuatan, pers mahasiswa memilki kekuatan antara lain keberadaannya terlindungi oleh keberadaan almamater. Dari aspek analisa kelemahan, pers mahasiswa justru sangat lemah. Kemampuan dan keahlian SDM yang terkadang pasang surut dan lemahnya kaderisasi membuat pers mahasiswa kadang tidak konsisten terutama dalam hal waktu terbit. Persoalan dana, dari tahun ke tahun selalu menjadi persoalan klasik.
Banyak kalangan yang menilai pers mahasiswa belum profesional. Pers mahasiswa tak lebih sebagai wadah minat dan bakat mahasiswa di bidang tulis-menulis. Ia layaknya tempat berlatih mahasiswa sebelum mereka terjun ke dunia wartawan profesional. Kendati begitu, pers mahasiswa tetap memilki peluang. Setidaknya pers mahasiswa memiliki pangsa pembaca yang potensial untuk dikembangkan yaitu civitas akademika. Suatu tantangan tersendiri bagi pengelola pers mahasiswa agar civitas akademika tersebut mau membaca terbitannya. Dengan cara mengangkat isu lokal terutama yang trend di lingkungan mahasiswa dan menjadikan civitas akademika untuk meraih pangsa pembaca. Sosialisasi untuk memulai gerakan membaca terbitan kampus sekaligus meniupkan isu tentang pentingnya minat baca harusnya bisa menarik simpati komunitas kampus.
Oleh karena itu, sudah saatnya mahasiswa harus lebih aktif bersuara di media massa. Pers mahasiswa harus mampu mengembangkan kreativitas dan menyajikan berita-berita yang fresh, sehingga dapat menarik minat para pembaca. Dan kita berharap jangan sampai mematikan pers mahasiswa, karena matinya pers mahasiswa berarti matinya demokrasi di kampus.
Hutomo Mariadi Putra,
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer Universitas Muslim Indonesia