Kecam Ormas BMI, RMO Desak Kepolisian untuk Proses Hukum

0

Makassar, Cakrawalaide.com – Aliansi Rakyat Melawan Oligarki (RMO) mengecam tindakan kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh Ormas Brigade Muslim Indonesia (BMI) pada aksi “Kamisan Santuy” di pertigaan Jalan AP Pettarani – Boulevard, Kamis (26/12).

Dalam demonstrasi yang berlangsung sejak 16.00 Wita tersebut, sekitar 50-an  massa aksi Kamisan Santuy melakukan kampanye dengan membentangkan spanduk dan pataka-pataka berisi terkait kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi, juga membagikan selebaran kepada para pengguna jalan.

Jendral lapangan (Jendlap) aksi menilai apa yang dilakukan RMO sama sekali tidak bertentangan dengan hukum.

“Ini hanya aksi damai dan juga sudah sesuai prosedural hukum, tapi mereka (BMI) ngotot menyuruh kami untuk membubarkan diri,” jelas Nia selaku jendlap aksi.

Nia juga menyayangkan tindakan dari kelompok Ormas BMI tersebut. Tak hanya memaksa massa aksi untuk bubar, BMI yang berjumlah sekitar 10 orang sampai melakukan tindakan represif kepada massa aksi hingga terjadi kontak fisik.

Sementara itu menurut Nia, aparat kepolisian yang berada di lokasi terlihat melakukan pembiaran dan cenderung pasif atas persekusi yang dilakukan oleh BMI. Bahkan ikut meminta massa aksi untuk segera membubarkan diri.

“Kepolisian tidak cukup profesional dalam menjalankan tugas pengamanan dan perlindungan terhadap kebebasan menyampaikan pendapat di hadapan umum. Padahal, kami sudah menyampaikan surat pemberitahuan aksi sejak tanggal 24 Desember 2019 lalu,” terang Salman selaku Humas RMO.

Meski menurut Humas, massa aksi telah mencoba membangun komunikasi secara persuasif dan menjelaskan tujuan aksi, yaitu kampanye kasus pelanggaran HAM yang terjadi dalam rentang tahun 2019, serta gagalnya negara dalam menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Namun, mereka (BMI) tetap menolak.

Terlihat salah seorang lelaki memakai kemeja hitam, peci dan kacamata hitam dari kelompok BMI melakukan bentakan dan menunjuk-nunjuk ke arah wajah massa aksi. Mereka juga merampas atribut aksi berupa spanduk dan poster hingga sobek.

“Bubarko, tidak ada aksi. Atas nama NKRI kalian dibubarkan,” teriaknya kepada massa aksi.

Dalam aksi Kamisan Santuy oleh RMO, terdapat 14 tuntutan yang dikampanyekan, yakni :
1. Tuntaskan pelanggaran HAM masa lalu dan adili penjahat HAM : Pulihkan hak-hak korban segera;
2. Hentikan perampasan hak rakyat, hentikan kriminalisasi rakyat dan aktivis HAM;
3. Hentikan diskriminasi dan persekusi terhadap kelompok minoritas dan keberagaman SOGIESC;
4. Jalankan Supremasi Sipil, Tolak TNI & Polri menempati jabatan sipil;
5. ‎Stop militerisme di Papua dan daerah lain, bebaskan tahanan politik (Tapol) Papua segera tanpa syarat;
6. ‎Menolak paket kebijakan yang tidak Pro Rakyat diantaranya RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, RUU Ketenagakerjaan dan mendesak disahkannya RUU PKS dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga;
7. Hentikan pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera yang dilakukan oleh Korporasi dan pidanakan korporasi pembakar hutan, serta cabut izinnya;
8. ‎Hentikan pemberian Grasi terhadapt terpidana Korupsi;
9. ‎Cabut PP 78 dan hentikan politik upah murah;
10. Hentikan tambang bermasalah di Sulawesi Selatan;
11. ‎Stop perampasan dan penggusuran Tanah Rakyat (BaraBaraya, Kakatua, Petani Polongbangkeng vs PTPN XIV);
12. ‎Stop pelarangan Jam Malam di Kampus (UINAM, UNHAS, UMI, UNIFA, STIEM BONGAYYA);
13. ‎Hormati, lindungi, dan penuhi Hak Perempuan Buruh Migran di Sulsel;
14. Hentikan reklamasi pantai kota Makassar yang memiskinkan perempuan.

Berdasarkan siaran pers, RMO sangat menyesalkan sikap anggota kepolisian di lapangan yang tidak tegas memberikan perlindungan dan cenderung melakukan pembiaran terhadap tindakan kekerasan dan intimidasi oleh pihak BMI terhadap massa aksi yang melakukan aksi secara damai.
RMO pun mendesak Kapolrestabes Makassar untuk melakukan proses hukum pidana terhadap oknum atau perorangan yang melakukan kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap massa aksi.

“Kepada Kapolrestabes Makassar untuk melakukan evaluasi atas dugaan pelanggaran etik dan disiplin anggota polisi dibawah jajarannya yang tidak memberikan perlindungan kepada aksi yang berlangsung secara damai dan juga tindak tegas secara hukum kepada ormas BMI ,” RMO dalam siaran persnya.

Mengacu dalam Undang Undang No.9 Tahun 1998 pada pasal 7 ditegaskan bahwa aparatur pemerintah – dalam hal ini aparat keamanan berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : melindungi hak asasi manusia, termasuk kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum, mengahargai asas legalitas, dan menyelenggarakan pengamanan.

Tindakan Ormas tersebut jelas telah melanggar ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UU No.9/1998 yang menyatakan bahwa “Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.”

Penulis : Parle’

Editor : Chung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *