Keluarga Korban Sesalkan Penanganan Medik Almarhum Arif
Makassar, cakrawalaide.com – Meninggalnya salah satu Warga Pampang, Muhammad Arif di dekat kampus II UMI Kamis, (27/11) pada saat polisi merepresif aksi mahasiswa UMI terkait penolakan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memicu banyak kejanggalan, terutama dalam proses medik penanganan jasad Arif.
Pasca insiden kematian Arif, Arif kemudian dibawa ke Rumah Sakit Ibnu Sina namun tidak lama setelahnya Arif kemudian dinyatakan wafat. Menurut Fatma, kakak Arif yang kebetulan ada di rumah sakit mengatakan ia menelepon bapaknya, ia melaporkan kondisi Arif yang tragis (dimana kepala Arif pecah dan giginya hilang).
Abdul Wahab (62), Ayah Arif, sebelum mendengar informasi dari kakak arif yang melihat kondisi Arif secara langsung di rumah sakit, ia telah melihat kondisi fisik anaknya dari beberapa media sosial. Ia yang shock kemudian tidak pergi ke rumah sakit melihat anaknya yang meninggal.
Setelah dinyatakan tewas oleh pihak RS. Ibnu Sina, pihak kepolisian ingin membawa jasad almarhum ke RS. Bhayangkara untuk divisum. Tapi pihak keluarga menolak, dan mengatakan bahwa jasad Arif harus divisum di RS. Wahidin Sudirohusodo.
Jasad Arif kemudian dirujuk ke RS. Wahidin Sudirohusodo, dan divisum. Hasil visum telah keluar namun tak diberikan kepada pihak keluarga untuk kepentingan penyidikan. Tapi pihak keluarga kaget karena adanya pembedahan terhadap jasad Arif. Menurut Abdul Wahab, pihak kepolisan dan rumah sakit tak meminta izin terlebih dahulu kepada keluarga kalau ingin melakukan pembedahan.
Menurut keterangan beberapa mahasiswa yang sempat hadir di rumah sakit, aparat memadati ruang tempat korban yang akan di visum. “Polisi dengan persenjataan lengkap menjaga ketat jalannya proses visum. Kami tidak diperbolehkan untuk mendekati dan mengambil gambar korban, padahal pihak polisi bisa mengambil gambar dengan leluasa. Tidak tahu juga apa maksudnya?” jelas Nawan, salah satu reporter cakrawalaide.com
Ironisnya, hingga saat ini pihak Rumah sakit Wahidin tidak kunjung menyerahkan hasil visum ke pihak keluarga. Tim medis yang menangani proses visum hanya mau berbicara dengan aparat kepolisian. Suatu kejanggalan mengingat pihak keluarga yang seharusnya paling berhak atas korban. “Dokter ndak mau terbuka, jadi kami bingung dengan hasil autopsinya dokter. Cuma ngomong sama polisi, jadi sampai sekarang kami sekeluarga belum tahu hasilnya” ujar ayah korban. Dan juga, korban di autopsi oleh pihak rumah sakit tanpa sepengetahuan keluarga.
Korban yang sehari-hari bekerja sebagai pak ogah di jalan raya depan kampus UMI adalah tulang punggung keluarga sejak Ibunya meninggal dan ayahnya tidak bisa bekerja. Rencananya, korban akan dimakamkan setelah sholat Jumat (28/11).
Penulis : Ukhay
Red : Walla