Lewat KKN, Mahasiswa Hidupkan Budaya Literasi
Jenneponto, Cakrawalaide.com – Menjelang hari ke sembilan Kuliah Kerja Nyata (KKN) reguler angkatan 62 Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar yang bertempat di daerah pelosok Jeneponto, Desa Marayoka, Kecamatan Bangkala. Melihat kondisi sosial masyarakat serta wilayah yang jauh dari kota sehingga masyarakat kesulitan dalam mengakses pendidikan.
Dengan pertimbangan inilah sehingga mahasiswa menyelenggarakan lapak baca guna membangun kesadaran masyarakat terkait pentingnya menghidupkan budaya literasi. Lapak baca ini dinamakan lapak baca Marayoka sesuai dengan nama desa, Rabu, (6/2/2019).
Sebagaimana orang bijak mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia. Buku merupakan media informasi dan transformasi ilmu. Nurul Islami, biasa disapa Nunuk, salah satu mahasiswa penggagas gerakan literasi ini mengatakan dengan hadirnya lapak baca ini diharapkan mampu menjawab kebutuhan masyarakat akan ilmu dan pendidikan.
Tanpa mengeyampingkan peranan lembaga pendidikan formal, Nunu menegaskan rasa prihatinnya terhadap sistem pendidikan saat ini yang berwatak kapital, dengan lapak baca inilah ia wujudkan ithikad baiknya.
“Kami hanya ingin memudahkan masyarakat desa yang kesulitan finansial, lapak baca ini hanya langkah alternatif untuk menciptakan suasana belajar di mana saja dan kapan saja yang membaur kepada masyarakat kecil,” ucap Nunuk.
Dengan kerja kolektif seluruh mahasiswa yang berjumlah 19 orang, terdiri dari mahasiswa Fakultas Agama Islam, Kesehatan Masyarakat, Pertanian, Perikanan, Teknik, Sastra, Ilmu Komputer, dan Ekonomi, mengaku membutuhkan persiapan yang lama untuk menarik minat baca masyarakat. Selama sepekan ia bersama mahasiswa lain mendatangi tiap-tiap rumah warga untuk mensosialisasikan kegiatan ini. Lebih lanjut, ia menceritakan, terbatasnya sumber dana dari kampus menjadi kesulitan yang dialami dalam merealisasikan lapak baca Marayoka, namun dengan tekad dan semangatnya yang bulat Nunuk bersama rekan-rekannya terus berupaya mengumpulkan buku untuk dibawa ke lokasi KKN.
“Inikan dari inisiatif kami sendiri, beberapa buku yang ada kami beli dari hasil patungan uang pribadi karena dana KKN sangat terbatas, dan diluar dari itu kami juga mengumpulkan sumbangan buku dari teman-teman lain,” tuturnya penuh semangat.
Peresmian lapak baca Marayoka yang baru diadakan ini cukup menarik perhatian masyarakat, keterlibatan puluhan anak-anak yang terlihat membaca dengan asyiknya. Sirajuddin, selaku Kepala Desa yang juga turut meramaikan peresmian lapak baca ini sangat mengapresiasi gerakan mahasiswa peduli literasi. Sirajuddin sangat mengharapkan agar lapak baca ini dapat terus dikembangkan guna membangun kesadaran pentingnya budaya literasi bagi calon generasi selanjutnya.
“Gerakan ini sangat bagus, semoga kedepannya bukan anak saja, akan tetapi remaja juga perlu digerakkan untuk menumbuhkan semangat belajar dan membacanya,” tutur Kepala Desa Marayoka.
Lebih jauh, Sirajuddin menambahkan harapannya kepada pemuda desa agar lapak baca ini bisa dijadikan sebagai perpustakaan alternatif bagi masyarakat.
“Lapak Baca ini nantinya akan dikelola sama pemuda desa Marayoka untuk dijadikan perpustakaan desa,” tambahnya kepada mahasiswa.
Tak jauh berbeda, selaku Kordinator Desa, Ardi mengatakan bahwa kegiatan lapak baca ini diadakan seminggu sekali dengan menyesuaikan program kerja lain. Ia sangat berharap agar dapat memperluas lagi gerakan literasi ke desa-desa lain yang terbilang minim tersentuh pendidikan. Rasa prihatinnya yang tinggi melihat anak-anak putus sekolah, menjadi alasan terbesarnya dibalik semangat untuk menghidupkan budaya literasi. Melalui kegiatan lapak baca ini ia berharap agar terus berjalan lancar dan mampu menjadi cerminan bagi mahasiswa KKN yang lain untuk menghidupkan budaya literasi di pelosok-pelosok desa.
“Saat ini kami masih terfokus di Marayoka sembari mengupayakan komunikasi ke desa-desa lain, melihat respon masyarakat setempat yang menjamu ramah kegiatan kami ini, kami berharap kedepannya semogah lancar dan bisa diadakan di desa-desa lain, sebab gerakan literasi seperti ini sangatlah penting untuk membekali ilmu pengetahuan bagi penerus bangsa nantinya,” tutur Ardi.
Ardi juga membocorkan bahwa hingga saat ini buku bacaan yang tersedia hanya sekitar 90-an. Melihat antusiasme masyarakat setempat, dirinya merasa bahwa buku lapakan masih terbilang kurang. Khususnya buku bacaan ringan bagi anak-anak kecil.
“Kami masih kekurangan buku-buku, khususnya yang bergambar buat anak-anak kecil, seperti komik (tentang budaya / agama) atau gambar yang bercerita,” ujarnya.
Dengan harapan yang sangat besar untuk menghidupkan budaya literasi di desa-desa. Mewakili rekan-rekan Poskonya, lewat tulisan ini Ardi menyampaikan harapannya kepada masyarakat publik yang sedianya ingin membantu menyumbang berupa buku-buku bacaan (khususnya bacaan anak-anak), alat tulis menulis, serta permainan anak-anak.
“Kami sangat mengharapkan bantuan donatur tambahan, karena buku-buku serta peralatan tulis menulis yang kami miliki sangat terbatas,” tutup Ardi.
Penulis : Parle
Red : Cung