Melawan Kekerasan Terhadap Perempuan Lewat Diskusi 16 HAKTP

0

Memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (16 HAKTP), sejumlah organisasi masyarakat sipil dan kemahasiswaan telah mengadakan diskusi publik untuk mengkampanyekan kekerasan terhadap perempuan yang berlangsung di Aula fakultas agama islam pada selasa, (03/12/2024).

Kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan merupakan upaya untuk mendorong penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Setiap tahunnya peringatan ini berlangsung selama 16 hari dari tanggal 25 november hingga tanggal 10 desember yang merupakan hari hak asasi manusia.

Dalam diskusi tersebut,  Dessy salah satu narasumber menjelaskan jika edukasi tentang kekerasan atau penindasan terhadap perempuan sangat kurang ditemui dalam ruang pendidikan

“Berbicara bagaimana dengan situasi kekerasan  atau penindasan selama ini dialami perempuan karena memang kalo kita bicara terkait situasi kekerasan itu sangat jarang dibahas di ranah pendidikan” tutur pembicara dari Solidaritas Perempuan Anging Mammiri  tersebut

Hal itu senada dengan yang disampaikan oleh Aprila, ia menuturkan bahwa fenomena kekerasan seksual ini layaknya sebuah gunung es dimana fakta yang sebenarnya itu lebih banyak ditutupi ketimbang fakta yang terlihat ke publik

“Kekerasan seksual itu fenomenanya seperti gunung es, mungkin teman-teman tidak pernah mendengar tapi tidak menutup kemungkinan hal tersebut terjadi” ucapnya

lebih lanjut dia juga mempertanyakan jika kasus kekerasan seksual jarang diketahui banyak orang, menurutnya hal tersebut tak lepas dari tidak adanya peraturan formal yang menjadi tempat mengadu atas masalah kekerasan seksual tersebut

“kenapa hal tersebut tidak sampai didengarkan di telinga teman – teman atau birokrasi kampus ?  karena itu kekosongan payung hukum, kekosongan regulasi korban itu kebingungan mau ki kemana untuk melapor terkhusus ini korban yang ada di lingkup kampus”. lanjut-nya

Lebih jauh lagi seperti yang dialami oleh bu zaenab jika banyak masyarakat pesisir yang kehilangan ruang hidupnya serta sumber pendapatan mereka pun berkurang hal itu disebabkan oleh proyek pembangunan Makassar New Port yang banyak melakukan penimbunan laut sehingga mau tak mau beberapa warga mulai meninggalkan tempat tinggalnya.

“kami kehilangan ruang hidup yang dirampas oleh Makassar New Port yang menimbun laut itu sangat luas” kata nelayan pesisir Tallo tersebut

 

Penulis     : Riyahya

Redaktur : Andi Rina Kurniawati

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *