Pemberantasan Korupsi dan Reformasi Kultural Birokrasi
Makassar, cakrawalaide.com — Pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda reformasi sekaligus pokok dari supremasi hukum. Untuk itu negara kemudian membuat sebuah lembaga superbody dengan mandat khusus dan kewenangan luas. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun hadir, sebagai semangat dalam ikhtiar memperbaiki kondisi Negara yang masuk dalam pusaran KKN yang masif selama lebih dari tiga dekade dimasa orde baru. Berdiri sejak 2004 kinerja komisi pun bernilai positif di mata rakyat, “orang-orang besar” yang punya kekuasaan dan jejaring yang kuat pun dijebloskan ke penjara. Rakyat pun berada dibelakang komisi ini, dan marah ketika ada orang-orang yang mewacanakan pelemahan ataupun membubarkannya.
KPK mempunyai tugas yang berat, tak hanya memberantas korupsi yang puluhan tahun telah mengakar kuat di lingkaran birokrasi, tapi melakukan reformasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga yang selama ini mempunyai tugas memberantas korupsi, seperti kejaksaan dan kepolisian. KPK memang lahir dari kemandulan dan tidak progresifnya dua lembaga ini dalam memberantas korupsi.
Hal ini disampaikan oleh Abraham Samad, Ketua KPK dalam Launching Film Hilang (Mencari jaksa jujur dan adil) yang dirangkaian oleh diskusi dalam Ulang Tahun Anti Corruption Committee (ACC) ke enam belas di Gedung Mulo, Jalan Jenderal Soedirman, Makassar. Organisasi yang dulu di pimpinnya.
Abraham menilai bahwa korupsi yang terjadi di Indonesia berbeda dengan apa yang terjadi dinegara lain. menurutnya korupsi di Indonesia telah dilakukan secara terstruktur, tersistematis dan massif. Juga korupsi dilakukan oleh orang-orang kuat, besar dan mempunyai kewenangan juga jejaring yang luas. “olehnya itu pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan cara-cara yang progressif bukan dengan cara-cara konvensional” ujarnya
Dalam diskusinya Abraham juga mengatakan, korupsi yang dilihat sebagai sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) maka perlu adanya tindakan yang luar biasa, seperti tak ada toleran terhadap kasus korupsi, pemberlakuan hukuman maksimal perlu dilakukan untuk menjaga ikhtiar melawan korupsi atau lebih dikenal sebagai prinsip Zero Tolerance for Corruption
Pemberalakuan Aturan Tegas di Kultur Institusi
Dalam menjalankan fungsi utamanya dalam memberantas korupsi. Tentunya KPK harus mempunyai mekanisme pengawasan internal yang kuat. Olehnya itu kesalahan yang dilakukan oleh anggota KPK juga harus mendapatkan tindakan tegas, bahkan pemecatan. Hal ini menurut Abraham sebagai alat untuk memelihara integritas individu. Di KPK, menurut Abraham tak adanya pemberlakuan Surat Peringatan I dan II dalam merespon pelanggaran anggota.
Ia mencontohkan dimana anggota KPK harus memelihara integritasnya dan diusahakan agar conflict of interest (penyalagnuaan kewenangan) anggota tak terjadi yang akan mengganggu kinerja anggota dalam menjalankan tugas-tugas negara. “misalnya anggota KPK tak boleh utang, dan menerima pemberian apapun oleh orang-orang. Hal ini jangan sampai terjadinya suap maupun gratifikasi” ujarnya
Dalam menjaga ritme pembentukan maupun pemeliharaan integritas di KPK, Abraham sebagai Ketua KPK tentu wajib menghormati dan menjalankan kultur yang dibangun itu dengan konsisisten. Abraham mengaku bahwa ia juga tak bisa memakai fasilitas dinas KPK seperti mobil dinas sembarangan. Hal ini terus dipelihara hingga kini.
Karena keadaan yang mempengaruhi perilaku individu, maka hal utama dalam menjaga ritme semangat lembaga yang anti korupsi, adalah kode etik dan perilaku harus dijaga ketat dan dirombaknya budaya organisasi (institusi) yang dinilai memberikan kesempatan terhadap sebuah kesalahan.
Abraham tentu berharap agar sistem yang telah bekerja di KPK dapat diterapkan di institusi lain, beberapa institusi negara di Indonesia, kode etik sering kali disepelekan, bahkan budaya organisasi tak mendapat perhatian serius. Sehingga budaya dan ikhtiar pemberantasan korupsi “Berani Jujur” sulit direalisasikan.
Penulis : Ayie
Red : Walla