Progresif, Pemateri Singgung Pelarangan Mace PKL Di UMI

0

Bawakan materi mahasiswa dan tanggungjawab sosial, pemateri angkat isu pelarangan Mace-mace berjualan diemperan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muslim Indonesia, di Auditorium Al-Jibra, Sabtu, (5/1/2019)

Kasus pelarangan pedagang kecil atau mace-mace sapaan akrab mahasiswa yang terjadi di fakultas Agama pada awal bulan desember 2018 lalu hingga kini masih menyita perhatian beberapa mahasiswa FAI.

Muhammad Firman selaku pemateri yang juga merupakan mahasiswa FAI angkatan 2015 ini mengatakan relasi mahasiswa dengan tanggungjawab sosialnya khususnya masyarakat kecil tidaklah bisa dilepaspisahkan. Menurutnya sudah menjadi kewajiban mahasiswa sebagai implementasi dari esensi mahasiswa yang tercantum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi sebagai 3 pola pikir dasar mahasiswa.

“berbicara soal pengabdian terhadap masyarakat, ketimpangan sosial yang paling dekat dengan kita saat ini, kasus mace di agama yang dilarang berjualan, diusir dari agama menjelang kedatangan tim asesor, kalau merasa mahasiswa ayo buktikan pengabdian mu jangan hanya sekedar tahu masalah lantas diam saja,” ujarnya saat membawakan materi nya.

Terlihat respon positif seluruh mahasiswa yang hadir di Auditorium Al-Jibra. Seluruh mahasiswa bersorak meneriakkan kata “siap” pada saat pemateri melemparkan tanggapan kesiapan peserta untuk membantu mace yang diketahui sudah berjualan selama puluhan tahun.

Bentuk keprihatinan ini secara jelas diucapkan langsung oleh salah satu peserta pada saat diwawancarai oleh awak Cakrawala-ide.com. Jurais mengatakan merasa kasihan dengan mace di Agama, menurutnya masalah ini sangat bertentangan dengan status UMI sebagai Yayasan Wakaf (YW) yang bertujuan untuk kemaslahatan umat.

“UMI sebagai Yayasan Wakaf seharusnya tidak memperlakukan Mace seperti itu, apalagi mace di Agama sudah puluhan tahun berjualan, masa iya tidak ada dispensasi,” tutur Jurais.

Jurais juga menambahkan, penilaian nya terkait peristiwa pelarangan mace berjualan di Agama terkesan sangat politis. “Ada kepentingan yang terselubung dibalik pelarangan mace berjualan di Agama, karena setelah mace tidak lagi berjualan di Agama, langsung di buat warung di Fakultas yang dikelola oleh KTU (Kepala Tata Usaha),” tambahnya.

Ucapan serupa juga diutarakan oleh peserta lain, Wawan mengaku pernah berbicara langsung dengan mace dan di pembicaraannya mace sangat berharap kembali berjualan di Agama. “Saya pernah ke lokasi jualan barunya di Fikom untuk memesan kopi, dia cerita katanya mau sekali kembali di Agama karena lain-lain dia rasa soalnya sudah lama mi berjualan di Agama,” ungkap Wawan.

Lebih jauh, pemateri yang juga merupakan Demisioner ketua umum Unit Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa (UPPM) periode 2017-2018. Mencari titik temu masalahnya, ia menegaskan bahwa tidak adanya kejelasan sikap dari Fakultas serta keseriusan mahasiswa dalam mengawal kasus ini menjadi permasalahan besarnya. Pasalnya permasalahan pelarangan bagi mace berjualan di emperan fakultas, sesuai dengan statman langsung oleh Wakil Rektor II ia mengatakan perihal mace yang berada di fakultas itu dikembalikan kepada pihak fakultas untuk ditindaklanjuti.

“Sebetulnya banyak mahasiswa Agama yang sudah tau ini masalah, tapi tidak adanya keseriusan untuk menindaklanjuti nya karena hanya sebatas protes dari mulut ke mulut saja, padahal ada opsi lain yang bisa kita tempuh dengan lobby-lobby ke Fakultas,” tuturnya.

Muhammad Firman juga menambahkan bahwa Ia bersama awak Cakrawala-ide.com pernah menginvestigasi lebih lanjut persoalan surat edaran yang dikeluarkan oleh WR II UMI. Mengutip pernyataan langsung oleh WR II ketika ditanyai langsung oleh awak Cakrawala-ide.com, “Kita tidak melarang mereka berjualan, asalkan pada tempat yang sudah disediakan, misalnya di dalam Fakultas. Ya kalau memang ada Fakultas yang mau menampung atau memberi lahan menjual bagi PKL, kami tidak akan melarangnya. Itu menjadi wewenang dari tiap Fakultas”.

Melihat adanya kebanggaan dalam kasus ini, sebab dinilai mace-mace juga berhak mencari penghidupan di UMI. Dari hasil investasi didapati bahwa seluruh pedagang kecil di UMI juga mengeluarkan bayaran sebagai retribusi melalui pihak pengamanan kampus.

“Kami pernah melakukan aksi bersama teman-teman aliansi mahasiswa UMI menolak pelarangan Pkl di UMI, tindaklanjut dari aksi-aksi kemudian kami melanjutkan investigasi dan berhasil mendapatkan datanya bahkan ada data berupa video Pkl yang menyetor uang kepada Satpam kampus,” ucapnya.

Firman juga menceritakan Ia pernah dipanggil langsung oleh WR 3 karena aksi yang dilakukannya pada saat acara pembukaan Festival UKM se UMI pada bulan Oktober 2018. Pada waktu itu Ia tampil diacara pembukaan membacakan sumpah mahasiswa, sebelum pembacaan sumpah pemuda Ia membahas soal isu pelarangan bagi pedagang kecil berjualan di kampus yang menurutnya sangat bertentangan dengan semangat didirikan nya UMI sebagai YW. “Kami didatangi langsung staf mahasiswa di stand UPPM terus dibawa ke ruangan WR III, sempat terjadi insiden adu mulut dengan pihak Kemahasiswaan dan kepala satpam yang juga ada di ruangan pada saat itu tapi tidak berlangsung lama, kemudian kami melanjutkan pembahasan dengan menceritakan kondisi mace-mace dari hasil investigasi yang kami dapat dilapangan”.

Pandangan yang tak jauh berbeda dengan WR II, Pembicaraan yang terjadi di ruangan Kemahasiswaan pada saat itu Laode Husain juga berstatman bahwasanya tidak sepakat dengan surat edaran dan menyarankan mengenai pedagang yang sudah lama berjualan di emperan fakultas tidak diusir tapi kiranya dirapikan atau dibuatkan tempat agar tidak merusak keindahan kampus Islami.

Disesi wawancara terakhir, Muhammad Firman sangat mengharapkan ithikad baik dari birokrasi kampus untuk menindaklanjuti masalah ini. “Sederhana saja, kami harap agar birokrasi tetap konsisten dengan ucapannya agar masalah ini cepat terselesaikan dengan baik”.

Red : Shim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *