PTPN Mengingkari Janji dan Melanggar Hukum: Masyarakat Polongbangkeng Mendapatkan Tindakan Represifitas Dari Polisi

Makassar, CakrawalaIDE.com Merespon Tindakan kekerasan yang dilakukan Kepolisian terhadap masyarakat Polongbangkeng, Takalar. Gerakan Rakyat Anti Monopoli Tanah (GRAMT) mengadakan konferensi pers. Dalam hal ini, GRAMT menghadirkan enam narasumber, dua diantaranya adalah Dg Nge’nang dan Dg Ke’nang yang merupakan masyarakat korban kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian. Dilaksanakan di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Selasa 26/08/2025.
Dg Nge’nang menerangkan bahwa awal mula terjadinya kekerasan di tanggal 23 agustus 2025 yang dilakukan kepolisian, Itu saat ia mencoba untuk menegur para buruh PTPN agar berhenti menebang tebu di kawasan yang menjadi milik masyarakat Polongbangkeng, namun teguran tersebut tidak diindahkan.
“Jangan menebang dulu karna ini tanah saya ini sudah di klaim,” tegur Dg Nge’nang.
Dg Nge’nang mengatakan, bahwa setelah teguran tersebut tidak diindahkan terjadi aksi dorong mendorong Masyarakat polongbangkeng dan buruh PTPN.
Ia mengungkapkan bahwa proses panen tebu yang dilakukan oleh buruh PTPN itu dikawal oleh pihak Kepolisian, Brimob, dan TNI, pada saat adu cekcok antara masyarakat Polongbangkeng dan buruh PTPN disitulah terjadi kekerasan yang dilakukan oleh kepolisian kepada masyarakat dengan menendang, menginjak, dan memukul. Akibatnya banyak korban yang mengalami luka luka.
“Ada seorang teman kita bapak Serang, ada seorang dari karyawan PTPN langsung tarik lehernya ke belakang dan menendang kakinya sampai Dg Serang ini jatuh, setelah itu ada beberapa polisi masuk injak injak dg serang,” ungkapnya.
Selain itu Dg Ke’nang salah satu warga Polongbangkeng, juga membantah narasi dari kepolisian yang mengatakan bahwa hadirnya kepolisian di wilayah tersebut ialah untuk mengamankan situasi, namun nyatanya masyarakat menilai bahwa kepolisianlah yang menjadi tonggak kekerasan yang dialami oleh masyarakat Polongbangkeng.
“Dari kepolisian dia bilang saya datang ke sini untuk mengamankan. Tapi bagaimana bisa mengamankan kalau rakyat diinjak- injak, bukan itu polisi yang baik kalau begitu,” ucapnya.
Di sisi lain Ijul, salah satu narasumber konferensi pers menerangkan bahwa alas hak ditegurnya buruh PTPN agar menghentikan kegiatan buruh PTPN di atas tanah Masyarakat Polongbangkeng ialah karena sebelumnya telah terjadi kesepakatan antara masyarakat dan pihak PTPN. Agar PTPN tidak lagi melakukan kegiatan apapun di atas tanah tersebut setelah panen pasca habisnya HGU PTPN sejak 2024.
“Awalnya masyarakat mempersilahkan untuk melakukan pemanenan dengan satu jaminan bahwa setelah panen itu tidak lagi ada aktivitas yang dilakukan PTPN,” utas Ijul.
Hasbi salah satu narasumber konferensi pers yang juga merupakan pendamping hukum masyarakat Polongbangkeng mengutarakan bahwa pihak kepolisian yang seharusnya tidak berpihak dan mengamankan situasi yang tidak kondusif di tengan konflik, malah menjadi alat kekerasan negara dengan melakukan Tindakan represifitas kepada masyarakat.
“Polisi itu harus netral sebagai alat negara dan tidak boleh berpihak namun yang kita lihat yang disasar untuk melakukan penangkapan atau pengamanan itu adalah petani-petani,” utas Hasbi.
Untuk itu Hasbi juga menegaskan bahwa dengan berakhirnya HGU PTPN sejak 2024, tindakan PTPN yang masih melakukan kegiatan di atas tanah warga tidak sah secara hukum dan semakin menerangkan bahwa PTPN saat ini adalah perusahaan yang ilegal.
“HGU sudah berakhir tahun 2024 tapi dia tetap mau melaksanakan aktifitas pengelolaanya, hal ini yg jelas ditegaskan oleh warga bahwa kami menilai ini Adalah aktivits yang ilegal.” Pungkasnya.
Penulis: Ramzi La Maca
Redaktur: Sudirman Rasyid
Sumber Foto: Instagram LBH Makassar