Semuanya Pasti Akan Terbalas
Di himpit gunung yang tinggi Nampak aliran sungai yang berwarna coklat yang mulai meluap, di bawa jurang yang dalam itu, dan Hujan terus mengguyur. Terlihat sekelompok pemuda yang sedang berjalan berbaris di sela-sela gunung-gunung itu.
Baju biru itu, dengan rambut terurai berjalan di depan ku, Pandanganku taklepas, terus mengawasi lankah-langkahnya.
Beban di dalam kerel hitam yang kubawa seakan taklagi terasa. Kulihat dua orang teman yang masi berada di belakangku, terus mempercapat langkahnya.
“kita harus cepat” ujar Rian, teman yang berada di belakangku, dengan nafas ngos-ngosan, sambil melihat jurang yang berada tepat di samping kiri kami.
Langkah ini mulai ku percepat.
“Kita sudah hampir sampai” ujarku, yang coba menghibur perempuan yang berda di depan ku, yang terlihat mulai lelah. Dia hanya memandangku dengan nafas yang tersendak.
Sesekali kami berhenti, hanya untuk menghela nafas, dan minum air. Pandangan ku melihat kearah sungai-sungai coklat yang berada di bawah kaki gunung itu.
“ayo kita jalan lagi” ujar Manto.
“iya kita harus cepat, takboleh lama-lama di sini, bahaya” ujar Rian, sambil melihat keara tebing yang berada di sebrang yang muai longsor.
Kali ini saya berjalan di belakangnya Rian.
“Rian,” panggilku sambil berjalan.
“iya, kanapa”
“kapan kita akan sampai”
“entahlah, mungkin 3/2 jam perjalanan lagi” ujar Rian sambil melihat ke arah tebing-tebing itu. “kita harus berjalan cepat, karena kelihatannya akan terjadi longsor, karena hujan tak mau redah” Pandanganku mengara keperempuan baju biru yang berjalan di depan Rian, dia begitu kuat, dan tak banyak mengeluh. Seakan tak mau menyerah dengan cuaca dan gunung-gunung itu.
Tetapi biar bagaimanapun kuatnya dia, dia tetaplah seorang perempuan. Aku tahu, dia pasti sudah sangat lelah, terlihat dari mimik wajahnya yang memerah dengan nafas yang seakan sudah mau habis.
Sesekali aku menyurunya untuk istirahat. Tetapi dia masi ingin terus berjalan, seakan ingin secepatnya menyelesaikan perjalanan ini.
“semua rasa capek ini pasti akan terbalaskan, ketika sampai” ujarku yang coba memberi semangat kepada teman-teman ku.
“iya betul” ujar manto sambil mengacungkan jempolnya kea rah kami.
Manto berjalan di posisi paling depan. dia memang orang yang sangat kuat, meski dengan berat beban bawaannya yang takmungkin bisa kubawa. Kerel yang isi danbratnya dua kali lipat dari kerel yang kubawa, apalagi di tambah dengan barang bawaan yang penuah di kedua tangannya.
Hujan mulai redah, kami beberapa kali berhenti hanya untuk istirahat dan minum. Setelah berjam-jam perjalanan itu, kami sudah sangat dekat dengan tanralili, tujuan utama kami.
“ayo kita kita sudah sangat dekat” teriak Manto.
Kami mulai mempercepat langkah, seakan tidak sabarlagi ingin secepatnya sampai di danau Tanralili.
Dan ketika kami berhenti di atas sala satu bukit, terlihat warna-warni tenda para pendaki yang lebih dulu sampai dari pada kami, terlihat juga danau Tanralili, kami hanya bisa terdiam, sungguh indah betul pemandangan itu.
“subahanallah” ucap perempuan tangguh itu, dengan suara yang terpesonah.
“terbalaslah semuanya” ujarnya sambil melihat kearah ku.
Aku tau siapapun akan terpesona dengan indahnya pemandanga itu.
Penulis : Rifai
Red :Yudha