The Right to Strike (Hak untuk Mogok)
Kaum buruh haruslah membiasakan diri untuk tidak bekerja, kecuali hanya 36 menit sehari, dan menyediakan seluruh waktu luang siang dan malam untuk belajar, bersolidaritas dan bersantai. Che Gove
Kita akan memulai tulisan ini dengan mengkuliti cara pandang M. Thiers yang merupakan satu dari banyak cara menyesatkan yang memoles racun etika klas kapitalis ke dalam akal kaum buruh. M. Thiers dalam sebuah sesi tertutup pertemuan komisi pendidikan dasar pada tahun 1849, mengatakan :”Filsafat yang baik adalah yang mengajarkan kepada manusia bahwa mereka hidup di dunia ini untuk menderita, bukan filsafat lainnya yang, sebaliknya, menawarkan kepada manusia untuk bersenang-senang”. M. Thiers dalam cara pandangnya tersebut sengaja mengabadikan nasib 1,2 milyar kaum miskin diatas bumi dan 28,59 juta kaum miskin di Indonesia untuk menjadi miskin selamanya. Lantas apa cara pandang seharusnya untuk melawan pandangan menyesatkan dari M. Thiers tersebut ?. Kulit dan daging M. Thiers memang sudah hancur dilahap bumi namun pandangannya terus berkembang biak ke dalam sejarah dan akal kotor kaum borjuis. Satu pandangan borjuis yang tumbuh saat ini yang pantas dicurigai bersumber dari pandangan M. Thiers adalah mengenai standarisasi hidup kaum buruh yang cukup hidup apa adanya. Pandangan tersebut secara tak langsung seperti memukul-mukul tangan kaum buruh supaya jangan membeli tabung elpiji 12 kg sehingga kaum buruh hanya diperbolehkan menerima upah cukup untuk membeli tabung elpiji 3 kg yang sudah distandarkan di dalam komponen hidup layak (KHL) ala kapitalis. Kita juga dapat mencontohkan fakta lain, seorang buruh yang membeli sepeda motor Kawazaki Ninja membuat kaumnya harus ditimpa hujatan, dituduh boros dan dituntut harus hemat dari kaum borjuis, namun nasib malang jika kaum buruh bertahan hidup di kost-kostan (seribu pintu) yang kotor, rapuh dan tak layak dihuni maka tak satu bait pun diceritakan di dalam buku laporan kaum borjuis dengan serius. Demikianlah kaum buruh sepanjang hidupnya merasakan langsung standar hidup yang tak layak di bawah tekanan aturan-aturan kapitalis dan etika borjuis yang memandang sebelah mata hidup mereka dan keluarganya.
Karena cara pandang M. Thiers lebih menyesatkan daripada penyihir-penyihir di jaman Firaun maka kaum buruh harus lebih berani dan serius mengambil posisi untuk melawan kebohongan pandangan tersebut. Untuk melawan kebohongan cara pandang M. Thiers maka kita cukup menukar pandangannya diatas seperti kita akan menukar buah mangga yang busuk dengan buah mangga yang ranum ke penjaga kebun binatang. Kaum buruh harus berani berkata ; ”Filsafat yang baik adalah yang mengajarkan kepada manusia bahwa mereka hidup di dunia ini untuk bersenang-senang, bukan filsafat lainnya yang, sebaliknya, menawarkan kepada manusia untuk menerima penderitaan”. Cara pandang yang benar kaum buruh ini akan mampu membimbing mereka keluar dari keterpurukan kondisi hidup yang tak layak. Kaum buruh akan dibimbing oleh satu cara pandang yang sesuai dengan tujuan hidup mereka yaitu tidak sekedar hidup untuk bertahan hidup dengan setabung elpiji 3 kg di dapur , menerima upah bulanan yang rendah , sarapan sepotong roti dan teh celup di pagi hari kemudian kembali bekerja seperti biasa di pabrik layaknya perkakas yang bersuara (intrumentum vocale), namun lebih daripada itu kaum buruh dapat memperoleh dan menggunakan waktu luangnya untuk berkembang lebih maju, mampu mengolah nilai yang terkandung di dalam diri mereka seperti kemampuan melukis, bermain alat musik, belajar menulis, mengikuti ajang olahraga dan setelah itu dapat bersantai di puncak Bogor dengan kawazaki ninja bersama teman dan kekasih atau berkunjung bersama keluarga ke pantai kuta Bali. Mengenai jam kerja, B.F. Skinner (1904-1990) tokoh Psikologi aliran behaviorisme juga mengakui bahwa betapa pentingnya bagi otak (kaum buruh) untuk bekerja lebih sedikit setiap hari, dengan masa istirahat diantara pekerjaan, untuk menjaga agar tidak terjadi kerusakan memori dan hilangnya kemampuan intelektual. Sebagaimana bunyi nasehat pepatah Spanyol “descanzar es salud” (bersantai itu sehat), kaum buruh di satu sisi tidak boleh dibebani bekerja selama 8 jam sehingga mereka juga berhak menikmati waktu istirahat dan bersantai yang panjang untuk menyegarkan pikiran mereka agar tetap sehat dan produktif. Buruh semestinya cukup bekerja selama 36 menit sepanjang 7 jam masa kerjanya di pabrik. Karena dengan bekerja menjual tenaganya selama 36 menit buruh telah mampu mencukupi kebutuhannya untuk bertahan hidup sepanjang 31 hari. Namun kenyataan berbanding terbalik, waktu dan tenaga kaum buruh yang telah dicurahkan untuk produksi barang hampir semuanya dicuri untuk penumpukan kekayaan segelintir keluarga kapitalis. Kapitalis dengan sengaja telah mencuri hasil kerja kaum buruh selama 384 menit atau 6, 24 jam dan menukarnya dengan 60 Komponen Hidup Kayak (KHL) yang sangat jauh dari kata sejahtera.
Berdasarkan data Okezone.com upah rata-rata per bulan buruh di Indonesia tercatat sebesar Rp. 3,67 juta. Pada umumnya, seluruh buruh di Indonesia menerima upah di kisaran Rp. 2,5 – Rp.5 juta per bulan. Sementara bila menengok negara tetangga seperti Malaysia, upah buruh rata-ratanya nyaris empat kali lipat lebih tinggi dari Indonesia. Buruh di Malaysia rata-rata memperoleh gaji sebesar Rp. 11,87 juta per bulan. Bila dibandingkan dengan 10 negara Asean, Indonesia menduduki posisi ke delapan dengan gaji buruh terendah. Kondisi ketidaklayakan ekonomi kaum buruh tersebut semakin jelas terlihat di dalam riset-riset yang dilakukan oleh Rumah Diah Pitaloka (RDP) bersama dengan jaringan buruh, mahasiswa dan LSM. Hasil riset RDP menunjukkan bahwa upah minimum belum dapat membuat kaum buruh sejahtera. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya kebutuhan hidup buruh yang justru tidak termasuk dalam Komponen Hidup Layak (KHL). Seingga menurut RDP perlu menambahkan 23 item dalam KHL.
Kaum buruh untuk memperoleh tujuan hidup yang layak maka selain membenarkan cara pandang mereka juga harus melakukan aktivitas-aktivitas konkrit di lapangan. Aktivitas-aktivitas konkrit merupakan respon perlawanan terhadap segala aturan dari kapitalis yang tidak berpihak pada tujuan hidup kaum buruh. Selain itu aktivitas konkrit merupakan wujud kesetiaan kaum buruh terhadap cara pandangnya di atas. Aktivitas konkrit tersebut dapat berupa diskusi ekonomi-politik, terlibat dalan konsolidasi, rapat akbar, gruduk pabrik, mimbar bebas, distribusi selebaran dan koran, aksi solidaritas, atau bahkan sampai melakukan mogok kerja di pabrik-pabrik. Salah satu wujud ketidakberpihakan kapitalis dan pemerintah Jokowi-JK saat ini dapat dilihat dalam paket kebijakan ekonomi IV yang di dalamnya terdapat PP Pengupahan yang lebih ganas lagi menindas kehidupan kaum buruh. Kaum buruh dengan demikian memiliki satu tugas penting untuk mengetahui apa isi dari PP Pengupahan jauh sebelum melakukan perlawanan secara meluas dan kosisten.
Kenapa Kaum Buruh Harus Menolak PP Pengupahan No. 78 Tahun 2015 ?
Pertanyaan penting yang harus dijelakan dan disebarluas ke seluruh 250 juta rakyat Indonesia adalah apakah paket kebijakan ekonomi IV pemerintahan Jokowi-JK akan membantu mendorong kesejahteraan 129 juta kaum buruh di Indonesia?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka sangat penting bagi kita menjelaskan isi dari dua point masalah di dalam PP Pengupahan No. 78 tahun 2015. Point pertama adalah mengenai standar baru upah minimum yang berpatokan pada besar angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Apabila mengacu pada PP Pengupahan pasal 44 ayat 2 maka cara menghitung upah kedepannya akan dapat dijelaskan sebagai berikut : “Upah minimum di tahun 2016 sama dengan upah minimum tahun yang berjalan ditambah dengan hasil perkalian dari upah minimum yang dikali dengan penjumlahan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Misalnya upah minimum Kota Yogjakarta Rp. 1.302.500, kemudian Rp. 1.302.500 dikalikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kalau angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi adalah 11,5 persen maka Rp. 1.302.500 X 11,5 % = Rp. 149.787 . Sehinggga upah minimum di tahun 2016 untuk kota Yogjakarta adalah Rp. 1.302.500 + Rp. 149.787 = Rp. 1.452.000”. Artinya kenaikan upah di kota Jogjakarta hanya sebesar Rp. 149.787 (seratus empat puluh sembilan ribu tujuh ratus delapan puluh tujuh rupiah) dari jumlah UMK kota Jogjakarta tahun 2015 sebesar Rp. 1.302.500. Sehingga besar upah yang diterima oleh buruh yang bekerja di wilayah kota Jogjakarta di tahun 2016 hanya sebesar Rp. 1.452.000. Apabila dirata-ratakan kenaikan upah Rp. 149.787 maka masing-masing dari 60 KHL tersebut mendapat jatah kenaikan hanya sebesar Rp. 2.496. Jika dibanding dengan harga tabung elpiji nonsubsidi yang rencana dialihkan pemerintah ke 5,5 kg dengan harga yang rencana akan dilego sebesar Rp. 80.000 maka sangat tidak sesuai dengan standar KHL yang masih menggunakan tabung gas 3 kg bersubsidi. Kaum buruh diseluruh penjuru negeri dan khusunya di wilayah kota Yogjakarta tidak boleh terperangkap dengan bahasa pemerintah daerahnya yang mengklaim kenaikan upah sebesar 11,5 persen, sebab bukan kenaikan 11,5 persen versi PP Pengupahan yang akan kita perjuangkan tetapi mengenai satu hal hajat hidup yang lebih layak dari 11,5 persen tersebut yaitu kesejahteraan sejati kaum buruh di seluruh Indonesia. Hal lain yang mengerikan dari isi PP Pengupahan tersebut adalah mengenai jangka waktu survey terhadap harga 60 KHL yang dilakukan setiap lima tahun sekali. Pemerintah melalui cara licik tersebut tidak akan menaikan upah buruh selayak-layaknya meskipun harga barang dalam jangka waktu lima tahun mengalami kenaikan (mahal). Sedangkan point kedua dalam PP Pengupahan adalah soal penyingkiran peran serikat buruh di dalam menentukan besaran upah kaum buruh. Sehingga lima tahun di masa yang akan datang penetapan besaran upah tidak lagi melibatkan seriat-serikat buruh. Artinya buruh dan serikatnya diperlakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK sebagai perkakas bersuara yang cukup mejalankan fungsinya sebagai mesin produksi barang-barang kebutuhan pasar dan tak perlu terlibat dalam proses pengambilan keputusan menyangkut hajat hidup ekonomi mereka. Sehingga sudah sangat jelas alasan kenapa kaum buruh harus melakukan pemogokan menolak aturan tersebut karena pemerintahan Jokowi-JK melalui PP Pengupahan telah sengaja mendorong jutaan kaum buruh Indonesia jatuh ke dalam jurang upah murah.
Di sisi lain, kaum buruh juga perlu memahami bahwa kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada kesejahteraan kaum buruh sudah tentu akan berbarengan dengan kebijakan politik yang mempersempit ruang gerak demokrasi. Sehingga selain memperjuangkan hak-hak normatif, kaum buruh juga harus berani lebih aktif terlibat di dalam aktivitas perjuangan bersama rakyat mempertahankan dan memperluas ruang demokrasi yang ada. Dalam ruang lingkup perjuangan demokrasi ada tiga hal penting yang harus diperjuangkan yaitu mengenai; 1. Bahaya kemunculan kembali sisa-sisa sampah sejarah orde baru seperti Prabowo yang sedang mengawaki KMP, 2. Berdasarkan hasil survey Center for Strategi and Internasional Studies (CSIS), Tentara Nasional Indonesia memperoleh kepercayaan tertinggi sebesar 90 persen. Angka tersebut merupakan ancaman besar terhadap kaum buruh, petani, mahasiswa dan elemen gerakan pro demokrasi. TNI disatu sisi banyak membunuh jutaan nyawa rakyat Indoneisa namun disisi lain juga masih mendapat tempat tumbuh dihati rakyat. Kaum buruh dan unsur rakyat lainnya harus lebih gigih lagi melakukan propaganda kepada rakyat bahwa militerisme adalah salah satu alat penyelamat modal asing, alat kapitalis untuk memukul buruh saat melakukan aksi, alat kapitalis untuk menembak petani saat mempertahankan tanah mereka di kampung. Peraturan Presiden (Perpres) yang telah disahkan mengangkat kembali status militer sebagai penjaga kemanan akan semakin memperkuat posisi militer untuk melancarkan penindasannya terhadap rakyat yang berjuang. Selain itu Perda 228 yang dibuat oleh Ahok juga merupakan bentuk dari pengekangan ruang demokrasi oleh elit pemerintah daerah. Jika kita memakai logika matematika yang paling sederhana maka kita akan bertanya, bagaimana bisa daya tampung alun-alun demokrasi DPR yang hanya sepuluh ribu orang bisa menampung 35 ribu masa buruh yang akan melakukan aksi, atau bagaimana bisa 5 juta massa buruh ditampung di tiga titik lokasi yang sempit di senayan, alun-alun demokrasi dan Monas. Karena itu rakyat dan kaum buruh juga punya kesamaan kepentingan yaitu menolak peraturan (perpres/perda) yang mengekang ruang demokrasi, 3. Pentingnya kaum buruh berjuang mempertahan atau memperlebar ruang demokrasi di dalam serikat mereka adalah sebagai syarat untuk dapat memperoleh ruang demokrasi di internal serikat sehingga kaum buruh dapat dengan mudah melakukan aktvitas seperti bersosialisasi mengenai kondisi hidup mereka dengan buruh di serikat lain, belajar ekonomi-politik bersama buruh di serikat lain, diskusi masalah perburuhan, dan rakyat tertindas lainnya, bersolidaritas melawan serangan-seranagan dari kelompok preman dan tentara yang dibayar oleh tuan-tuan pabrik, bahkan bisa menentukan sendiri pilihan politiknya tanpa interfensi dari pimpinan serikatnya. Kaum buruh dengan demikian memiliki dua tugas sekaaligus yaitu menuntut hak-hak normatifnya sekaligus berjuang mempertahankan ruang demokrasi yang terancam sempit.
Berhasil tidaknya gerakan buruh berjuang menolak segala aturan yang menindas hak-hak normatif dan runag demokrasi tergantung dari kekuatan yang mereka bangun. Karena itu kita harus membantu kaum buruh melakukan:
Menggruduk dan mendistribusikan selebaran ke pabrik-pabrik
- Membangun komite-komite persatuan di basis-basis pabrik dan kota
- Lakukan diskusi dan rapat-rapat akbar, aksi-aksi, ajakan bersama atau solidaritas antar pekerja, antar pabrik di masing-masing pabrik , kawasan atau daerahnya, atau bila perlu penyebaran berita tentang pemogokan umum yang direncanakan.
Kaum buruh dengan cara pandang (filsafat) mereka yang benar, pemahaman mengenai problem mereka yang benar, dan mengambil jalan keluar yang tepat atas problem mereka . Berhak untuk melakukan pemogokan kerja (The right to strike).
ABDUL GOFUR
Penulis adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.