IPA: KTT G20 Perkumpulan Konglomerat, Bukan Solusi Krisis Dunia

0

Penulis: Laila Hidayati 

Makassar, Cakrawalaide.com – Konferensi Tingkat Tinggi G20 Indonesia 15-16 November 2022 di Bali yang melahirkan 52 poin kesepakatan telah usai. Namun, KTT G20 digadang-gadang sebagai solusi untuk pemulihan ekonomi dunia mendapat sejumlah penolakan dari berbagai organisasi rakyat dan dinilai melahirkan sederet kesepakatan yang membawa dunia pada krisis dan demokrasi yang terus merosot, Rabu (16/11/2022).

Raden Deden koordinator Indonesia People’s Assembly (IPA) dalam konferensi pers yang digelar melalui zoom meeting menegaskan bahwa 52 poin kesepakatan tidak bertujuan untuk menyelamatkan dunia dari krisis tetapi semakin mendorong praktik monopoli dan kontrol korporasi.

“Bukan bertujuan untuk keadilan atau menyelamatkan dunia, namun praktik monopoli dan kontrol korporasi akan terus dipertahankan,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja yang sebelumnya bertolak belakang dengan jaminan atas pekerjaan rakyat akan di promosikan oleh Pemerintah Indonesia dipertemukan G20 sebagai bentuk keberhasilan namun dalam praktiknya dinilai  nihil dan krisis lapangan pekerjaan.

“UU Cipta Kerja dipromosikan oleh Pemerintah sebagai bentuk keberhasilan merupakan palu yang menghantam kaum pekerja dengan sangat keras, sementara Indonesia krisis lapangan pekerjaan, ” ucapnya.

Pada Rabu, 16 November 2022 pengesahan 52 poin kesepakatan dalam dokumen Bali Leaders Declaration di umumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo ke media usai pertemuan.

Dilansir dari kompas.com, deklarasi tersebut di antaranya menghasilkan kesepakatan soal kebijakan untuk merespons situasi kritis ekonomi global saat ini.

“Di tengah situasi kritis ekonomi global saat ini, G20 harus melakukan upaya nyata, tindakan yang tepat, cepat, dan perlu, menggunakan semua alat kebijakan yang tersedia untuk mengatasi tantangan bersama, termasuk melalui kerja sama kebijakan makro internasional dan konkrit,” demikian bunyi petikan Leaders’ Declaration.

Indonesia People’s Assembly (IPA) dalam press realeasenya menilai bahwa kesepakatan KTT G20 secara garis besar berorientasi pada pemulihan krisis finance di negeri-negeri imperialis, kesepakatan tersebut bukan bertujuan untuk menyelamatkan dunia dari krisis.

Berbagai penolakan telah di lakukan oleh sejumlah daerah namun pemerintahan Jokowi dinilai mempertontonkan sikap fasis dan anti demokrasi melalui represifitas aparat dan sejumlah intimidasi. 

Bulan, selaku perwakilan IPA Lombok juga mengungkapkan bahwa dalam mengkampanyekan G20 tidak di sambut baik oleh pemerintah melainkan mengalami intimidasi hingga penangkapan 13 massa aksi.

“Situasi lombok saat ini, penangkapan 13 massa aksi dan tandatangani surat yang diberikan oleh kepolisian yang berisi tidak adanya intimidasi oleh aparat,” ungkapnya.

Indonesia People’s Assembly (IPA) yang terdiri atas organisasi-organisasi tingkat Nasional dan Daerah yang tersebar di 15 provinsi seluruh Indonesia, menyatakan sikap dan menuntut:

1. Tolak KTT G20 dan Bubarkan G20 karena terbukti gagal menciptakan tatanan dunia yang berkeadilan!
2. 
Hentikan seluruh kerja sama tidak adil dengan Lembaga-lembaga Internasional maupun negeri-negeri Kapitalis Monopoli yang merusak kedaulatan nasional dan merugikan kepentingan rakyat dunia! 3. Hentikan segala bentuk perang di antara kekuatan imperialis, teror, intervensi, intimidasi dan provokasi perang dalam bentuk apapun yang merusak perdamaian dunia!
4. Tolak PHK massal berkedok resesi global dan hentikan seluruh rencana penerapan sistem perburuhan fleksibel yang merampas kepastian kerja, memerosotkan upah dan memperburuk kondisi kerja!
5. Hentikan segala bentuk perampasan tanah dan eksploitasi sumber daya alam bagi kepentingan korporasi besar kapitalis monopoli!
6.
Hentikan eksploitasi dan penindasan pekerja migran dan terapkan segera perlindungan sejati bagi buruh migran!
7. Hentikan tindasan terhadap rakyat papua, cabut status Otsus dan segera tarik militer dari tanah Papua!
8. Jamin kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat, hentikan segala bentuk pembrangusan hak-hak demokratis rakyat!

Redaktur: Sahrul Fahmi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *