Memandang Dwifungsi TNI Dari Kaca Mata Logika
Kata logika sering kali dikaitkan dengan cara berpikir, dalam sebuah diskusi apapun temanya kata logika tidak akan asing lagi di kalangan akademisi “Jadi logikanya begini,” begitulah kira-kira ungkapan yang sering digunakan oleh para peserta dalam forum diskusi yang sering saya ikuti. Tapi apakah mereka tau apa yang dimaksud logika secara definisi dan isinya ?
Logika bisa ditafsirkan berbeda-beda tergantung siapa yang kita tanyai dan latar belakang mereka, sosial, budaya dan politik yang mereka geluti. Tentu selalu ada problem jika membahas logika, ada yang menerima logika sebagai sesuatu yang baik ada pula yang mengatakan sebaliknya. Di kalangan orang-orang yang setuju dengan logika, menurut mereka merupakan cara berpikir yang benar. Lain halnya jika bertemu dengan orang-orang yang tidak setuju dengan logika mereka akan mengucapkan itu adalah hal yang sesat, pula menyesatkan. Itulah yang mendorong saya untuk belajar logika, dan ingin menuliskan apa yang saya pahami setelah mempelajari logika.
Jadi langsung saja mari kita bahas, apa itu logika? Menurut Hasan Abu Amar dalam bukunya (Ringkasan Logika Muslim) , “Ilmu Logika adalah Ilmu yang mengatur cara berpikir (analisa) manusia. Maka keperluan kita terhadap logika adalah untuk mengatur dan mengarahkan kita kapada suatu cara berpikir benar.”
Dalam kutipan di atas sangatlah jelas bahwa logika itu merupakan tata aturan dalam suatu analisa seseorang yang diperlukan untuk melakukan aktifitas akal budi sesuai dengan hukum-hukum logika, hingga dirinya mampu melakukan penalaran secara benar.
Banyak orang yang telah belajar logika dan masih sering keliru dalam berpikir (Fallacy), apakah hal tersebut dapat dikatakan bahwa logika malah menyesatkan pikiran. “Menurut saya mereka belum belajar logika secara utuh”. Karena hal itu melanggar makna dari logika itu sendiri, yaitu cara berpikir benar. Dalam ilmu logika ada kaidah-kaidah mendasar sebagai paham yang melandasi semua pembelajaran logika.
Kaidah Logika
Kaidah pertama, Hukum Identitas, kaidah ini merupakan salah satu hukum dalam pelajaran logika yang berbunyi, segala sesuatu itu adalah hanya sama dengan dirinya sendiri atau biasa disimbolkan A=A. Apa maksudnya? Jadi begini, identitas sesuatu apapun itu hanyalah sama dengan dirinya dan tidak mungkin sama selain dirinya.
Sebagai contoh, Tentara Nasional Indonesia (TNI) hanyalah sama jika dihubungkan dengan dirinya –mencakup dirinya- sendiri (Baca: TNI). Seperti Perwira TNI adalah suatu jabatan dalam ranah militer yang sebagian diantaranya sedang kosong jabatan. Benar secara kaidah ini karena identitas Perwira TNI yang saya jelaskan di atas hanya sama dengan dirinya sendiri.
Kaidah kedua Hukum Kontradiksi, Kaidah ini juga merupakan salah satu hukum logika, yang berbunyi segala sesuatu pastilah berbeda dengan yang selain dirinya atau biasa disimbolkan dengan A≠B. Maksudnya adalah satu identitas itu, pasti selalu berbeda dengan satu identitas yang lain atau hanya sama dengan dirinya.
Misalnya, Identitas Tentara Nasional Indonesia (TNI) pastilah berbeda dengan Identitas Warga Sipil, dan Identitas Polisi Republik Indonesia (POLRI) apalagi Identitas Mahasiswa. Mengapa? Karena identitas TNI adalah salah satu aparat negara yang bertugas sebagai alat pertahanan untuk menjaga kedaulatan negara, bukan selainnya. Jika TNI memilih masuk ke ranah sipil, maka dia melanggar kaidah Hukum Identitas dirinya sendiri, pun tidak dibenarkan dalam konstitusi yang berlaku di Indonesia, lihat UU 34 tahun 2004 tentang TNI jikalau pembaca tidak percaya. Benar secara korespondensial (Benar secara Ide dan realitas).
Kaidah Terakhir, Hukum Tidak Ada Jalan Tengah, kaidah ini juga merupakan hukum logika yang menjadi landasan berpikir yang berbunyi, satu identitas tidak boleh sama dengan identitas lain, pun indentitas lain haruslah berbeda dengan indentitas selain dirinya, biasa disimbolkan dengan A≠B≠C.
Penjelasannya, identitas A adalah hanya sama dengan dirinya sendiri dan pastilah berbeda dengan identitas C, jika ada yang mengatakan bahwa jalan tengahnya B maka hal itu berarti melahirkan identitas baru, karena B hanya sama dengan dirinya sendiri, atau hukum ini sebagai penjelas batasan dari semua identitas.
Agar lebih mudah dipahami, berikut adalah contohnya. TNI sebagai salah satu aparat negara yang bertugas sebagai alat pertahanan kedaulatan negara (Baca:Identitas TNI). JIka identitas TNI sebagai alat pertahanan negara untuk menjaga keutuhan wilayah negara, maka dirinya tidak boleh menyalahi identitasnya dengan mencoba menjadi pengamanan sipil yang merupakan tugas POLRI(Baca: Identitas POLRI), apa lagi jika masuk ke ranah sipil (Identitas Warga Sipil) sebagai indentitas berbeda dari TNI. JIka TNI mencoba menjadi alat pertahanan negara sekaligus pengamanan negara yang mengamankan warga sipil apalagi sampai mengisi pos jabatan di institusi sipil maka akan menghasilkan identitas baru yaitu DWI Fungsi TNI. Jika itu terjadi maka akan salah secara korespondensial.
Mengembalikan Akal Sehat
Dapat kita lihat dengan kaidah logika yang terdiri dari tiga hukum tadi, yaitu; Hukum Identitas, Hukum Kontradiksi dan Hukum Tidak Ada Jalan Tengah. Kita dapat menilai sesuatu itu menjadi benar atau salah secara korespondensial, misalnya anggota TNI masuk ke ranah sipil atau ber-DwiFungsi adalah salah. Karena melanggar hukum-hukum logika dan melanggar identitas dirinya, dan identitas yang lainnya. Sebenarnya masih ada cara menilai sesuatu itu benar atau salah, yaitu Koherensial (benar secara premis dan konklusi), tapi itu menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi para pembaca yang budiman untuk mempelajari lebih lanjut mengenai logika.
Dari sini juga dapat kita nilai bahwa manusia membutuhkan alat berpikir benar atau logika, karena dalam akal budi manusia terlalu banyak informasi yang masuk dan saling tumpang-tindih. Dimana seringkali satu identitas dikaitkan dengan indentitas yang lain secara tidak teratur, hingga seseorang melakukan kekeliruan dalam penarikan konklusi. Saya sarankan kepada pembaca agar mempelajari logika secara utuh agar mampu menilai segala sesuatu dengan kompleks, apakah itu benar atau salah.
Penulis : Lapaduai
Red : Cung