Filsuf Panca Indera dalam Pemahaman Materialisme Dialektis
Oleh : Abdul Gofur*
“Hal yang paling penting bukanlah soal tergolongnya seorang filsuf tertentu pada mahzab materialisme atau idealisme yang mana, melainkan soal apakah ia mengakui alam, dunia eksternal, materi dalam gerak, sebagai hal yang utama, ataukah roh, rasio,kesadaran dan lain-lain.” F.Engels
Ada tiga tokoh Filsuf Panca Indera yang akan saya ulas secara sederhana pandangan mereka. Ketiga filsuf tersebut adalah Uskup George Berkeley, David Hume dan Imanuel Kant. Namun dalam tulisan sederhana ini saya juga akan mengulas pandangan Materialisme Dialektis Lenin di satu sisi. Semoga tulisan dapat bermanfaat dan menjadi bagian dalam diskusi kita bersama.
Buah Pikir Filsuf Panca Indera
Uskup George Berkeley
Uskup George Berkeley hidup di abad ke-18. Menurut beliau “ada adalah yang terinderai”. Konsekuensinya, segala yang tak dapat dinderai sama dengan tidak ada. Ketika kita meginderai salah satu keputusan negara berupa kenaikan harga BBM, muncullah pada kesadaran kita ide tentang keputusan Negara tersebut. Darimanakah datangnya ide tentang keputusan Negara: dari Negara atau dari diri kita sendiri ? Uskup Berkeley menegaskan bahwa ide (kenaikan harga BBM) tak mungkin datang dari Negara sebab memiliki ide tentang sesuatu sama artinya dengan menginderai sesuatu itu dan Negara tak memiliki panca indera. Karenanya, ide penolakan terhadap kenaikan 2000 Rupiah harga BBM adalah hasil dari keputusan ide Jokowi dan Jusuf Kalla. Berkeley kemudian berkesimpulan bahwa materi (Negara atau BBM) tidak ada, karena dianggap tidak memiliki panca indera. Dengan demikian, yang sungguh-sungguh ada di dunia hanyalah ‘diriku’ yang memiliki panca indera. Pandangannya ini juga dikenal sebagi idealisme subjektif.
David Hume
Menurut Hume pengetahuan adalah kumpulan kesan Inderawi dan ide. Hume memilah antara kesan indrawi sebagai hasil penginderaan langsung dan ide yaitu hasil dari pengindraan yang disimpan dalam ingatan. Berdasarkan pengertiannya ini ia menolak keberadaan objek yang diluar diri manusia. Bagi Hume, objek yang berada di luar diri manusia hanyalah hasil dari penginderaan manusia sendiri. Misalnya, kita merasa perih di mata ketika terkena gas air mata maka kita tak bisa menyimpulkan bahwa ada unsure kimia Cholrobenzylidene Malononitrile (CS) yang ditembak Polisi sebagai penyebabnya. Karena rasa perih itu sebenarnya hanyalah kesan panca indra yang dikoneksikan dengan ide dalam diri kita sendiri.
Imanuel Kant
Bangunan Pandangan Kant tidak bebas dari masalah. Di dalam pandangan Kant. Faktor penentu dalam pengetahuannya terletak pada dimensi-dimensi subjektif (konsep a priori ruang dan waktu, 12 kategori a priori, dan apersepsi transedental yang akan saya ulas dalam kesempatan lain). Dalam tulisan sederhana ini saya hanya fokus mengulas pandangan Kant tentang Fenomena dan Numena. Fenomena adalah penampakan objek yang hadir di depan subjek, sementaraa numena berarti objek pada dirinya sendiri (das ding an sich). Menurut Kant, tidak ada objek yang dapat dipahami selain objek representasi (yang tampak di depan subjek). Tentang keberadaan objek yang eksis di luar pengalaman dan pengetahuan, Kant menyebutnya sebagai “sesuatu = x (something =x)”. Sesuatu = x itu memiliki kekuatan dimana pengetahuan kita tidak mampu menjangkau eksistensinya. Sesuatu = x merupakan konsep Kant tentang objek dalam arti yang sesungguhnya, yakni sebagai benda pada dirinya sendiri (das ding an sich) dan bukan sebagai penampakan atau bayangan yang dapat ditangkap oleh panca indera. Dari penjelasan tentang ketidakmampuan pengetahuan menjangkau numena atau sesuatu = x kita dapat menyimpulkan bahwa numena adalah residu atau sisa yang tak dapat dijangkau oleh pengetahuan. Ia adalah sesuatu yang selalu ada di lur sana dalam diri objek yang tak apat diinternalisasikan sebagai pengetahuan. Dengan demikian fungsi dari konsep numena adalah untuk menunjukan adanya realitas yang terpisah dari subjek penahu. Kant akhirnya mengakui adanya benda pada dirinya sendiri atau sesuatu = x sebagai realitas ekternal (realisme ontologis) namun sekaligus menutup semua celah bagi pengetahuan manusia untuk dapat menemukan sesuatu = x itu (anti realisme epistemologis). Misal, efek rumah kaca sebagai fenomena (green house), diperkirakan akan mengancam peningkatan permukaan laut setinggi 30 sampai 50 centimeter pada tahun 2050. Hal ini adalah salah satu akibat dari persaingan industri-industri negara maju yang melakukan pelepasan atau pembuangan berlebihan sulfur dioksida, penyebab utama hujan asam. Krisis lingkungan ini tak lain adalah produk dari sistem kapitalisme yang diintervensi oleh “tangan tak tampak (invisible hand).” Keberadaan “invisible hand” tersebut tidak dapat terdeteksi oleh kemampuan perhitungan kapitalis di dalam pasar itu sendiri. Invisible hand ala Adam Smith dalam hal ini tak jauh berbeda dengan konsep numena milik Imanuel Kant yang seolah-olah misterius dan anti dialektika.
Lenin
Di tahun 1908 di tempat pengasingan di Swiss, Lenin menghabiskan waktunya untuk belajar di perpustakaan terbesar Jenewa. Lenin mendaftar masuk aggota Societe de Lecture. Dia juga melakukan study di Brtish Museum, London.. Kemudian ke Bibliotheque nationale, Paris. Setahun kemudian, pada bulan April 1909, Lenin menerbitkan tulisannya tentang Meterialisme dan Empirio Kritisisme. Teori inilah, yang juga disebut Lenin sebagai ‘filsafat Marxisme’ yang dikenal dengan nama materialisme dialektika.
Prinsip utama materialisme dialektika adalah realisme. Artinya, kita mesti membaca materialisme dan dialektika secara realis. Membaca materialisme secara realis berarti mengakui keberadaan dan objektivitas materi yang mendahului subjek (kesadaran) dan objek (cerminan dari kesadaran). Sebagaimana kita mengakui bahwa rasa perih di mata adalah akibat dari kontak mata dengan material gas air mata yang mengandung unsure kimia Cholrobenzylidene Malononitrile (CS) yang ditembak polisi. Begitu juga keputusan kenaikan harga BBM dari Rp. 6.500 menjadi Rp. 8.500 tidak serta merta keluar dari dalam ide murni Jokowi dan Jusuf Kalla dibawah campur tangan invisible hand. Tetapi harus terkondisikan oleh situasi ekonomi dan struktur politik yang di luar dari ide murni Jokowi dan Jusuf Kalla tersebut. Untuk itu, mari kita bertanya balik kepada pengikut setia David Hume dan Uskup George Berkeley. Jika benar tak ada dunia eksternal selain panca indera dan ide manusia, maka bagaimanacarakah datangnya ide tentang Rp. 2000 itu ?.
Ilmu alam, tulis Lenin, tidak menyisakan ruang bagi keragu-raguan bahwa bumi telah ada sebelum manusia adalah sebuah kebenaran. Bogdanov, yang juga seorang Marxis, berpendapat bahwa “Marxisme mengandung sebuah penolakan tanpa syarat terhadap objektivitas dari setiap kebenaran. Kebenaran adalah sebuah bentuk pengorganisasian pengalaman manusia.” Lenin mengkritik pandangan ini. Jika kebenaran adalah hasil dari bentuk pengorganisasian kesadaran maka Skizofrenia John Nash dalam film Beautyfull Mind juga dipercayai merupakan suatu kebenaran.
Bagi Lenin, konsep numena atau invisible hand akan terjatuh pada fideisme atau pengertian bahwa hubungan antara manusia dan realitas ekternal adalah hubungan iman yang tak bisa dijelaskan secara ilmiah. Begitu kita secara agnostik (tidak mengetahu) mengakui bahwa kita hanya mampu menginderai yang fenomena, bahwa numena (das Ding an sich) tak mungkin dikenali, maka kita telah meyerahkan diri bulat-bulat pada iman palsu yang melampaui kebenaran. Kita seperti membiarkan begitu saja mistifikasi invisible hand terhadap materialisme dialektis.
Lenin juga tidak meyatakan bahwa semua pengetahuan kita pasti benar secara absolut. Apa yang dinyatakannya adalah bahwa kita mampu bergerak lebih dekat pada kebenaran abslut itu. Lenin memberi contoh: penemuan fisika tentang realitas sub-atomik memang ketemukan dan dikembangkan oleh ilmu pengetahuan itu sendiri, namun keberadaan ralitas sub-atomik itu sendiri absolut. Ia tidak membutuhkan adanya kesadaran para fisikawan tentang keberadaannya. Bagi Lenin, kendati materialisme dialektiks mengakui adanya kebenaran relatif, akan tetapi tidak berujung pada realtivisme sebab berdasarkan kebenaran yang masih relatif itu kita dapat berproses sampai kepada kebenaran absolut. Engels berpendapat bahwa dalam penelitian ilmiah, kesaling-hubungan di antara elemen-elemen objektif tidak boleh ditanamkan (menganggap sudah terberi) ke dalam fakta-fakta melainkan harus ditemukan (discovered) di dalamnya dan, setelah ditemukan, mesti diuji sejauh mungkin lewat eksperimen karena itu nafas dialektis dari materialisme dialektis adalah pengetahuan akan kesaling-hubungan di anatar objek. Di satu sisi Lenin berpendapat bahwa dialektika bukanlah penyerapan total realitas ke dalam lubang hitam hubungan antara subjek objek tetapi merupakan suatu kesatuan dari segala yang diketahui dan ditemukan.
Lenin memakai salah satu teori paling tua dalam sejarah epitemologi untuk merekontruksi bangunan epitemologi Marxisnya. Lenin mengambil teori korespondensi yang berkembang sejak jaman aristoteles.Kebenaran mempunyai arti korespondensi antara realitas dan pikiran. Teori korespondensi tentang kebenaran selaras dengan realisme karena teori tersebut mengutamakan realitas objektif terhadap pikiran kita. Ada Asumsi realitas dan pikiran selalu simetris absolut bahwa yang terkandung dalam pikiran pasti juga sama dalam realitas. Kalau pikiran niscaya identik dengan realitas konsekuensinya adalah kritik teoritik yang terkandung dalam teks sama dengan mengubah realitas itu sendiri hanya dengan secukupnya menabur kalimat-kalimat Marxis ke dalam paragraf. Ilusi mengubah dunia dari balik meja kamar studi inilah yang mewabah dalam kelompok Hegelian muda. Lenin sangat menolak konsepsi ini.
Materialisme Dialektika Sebagai Senjata Analisa Marxis
Pada bulan Januari tahun 1905 ratusan buruh yang dipimpinan oleh Pendeta Gapon mengepung Istana Musim Dingin. Mereka menuntut agar Tzar memperhatikan nasib ekonomi kaum buruh. Bersama massa buruh, Gapon menyayikan lagu ‘Tuhan Lindungilah Tzar’ (God save the Tzar) sambil medoakan supaya Tzar dapat meringankan penderitaan kaum buruh. Tiba-tiba muncul pasukan Tzar membrondong peluru ke arah massa aksi sehingga menewaskan ribaun buruh. Bukan hanya aksi pendeta Gapon. Aksi teror kaum Narodnik pun dihancurkan oleh Tzar. Gerakan kaum naronik ini sama normatifnya dengan gerakan pendeta Gapon. Kaum Narodnik tdak memiliki alasan sistematis kecuali asumsi tentang adanya kehendak rakyat yang berjuang melawan penindasan. Kaum Narodnik masih percaya pada sosok Mesia yang akan datang menyelesaikan masalah mereka. Mengangkat senjata sambil menunggu kedatangan sang penolong dari dunia lain adalah pandangan sempit yang mengalienasi gerakan mereka sendiri. Karena pergolakan politik semakin memanas membuat Tzar harus merestui berdirinya Duma I di tahun 1906. Pada Duma I, Lenin dan partai Bolshevik masih menolak untuk masuk terlibat di dalamnya karena menganggap Duma I tersebut sebagai boneka Parlemen Tzar. Karena tuntutan-tuntutan liberalisasi semakin menguat dalam Duma sehingga Tzar akhirnya membubarkannya. Pada tahun 1907 Duma kembali dibentuk dan Lenin dan Partai Bolschevik masuk kedalam dan mengintervensinya. Oleh karena pengaruh kader Bolshevik yang kuat di dalam Duma II sehingga membuat Tzar harus kembali membuarkannya. Pada tahun itu juga Tsar membentuk Duma baru dengan aturan yang membatasi jumlah keanggotan tani dan buruh dan memberikan porsi yang lebih besar bagi kulak dan orang-orang kaya kota.
Keputusan Bolshevik mengintervensi Duma II tidaklah mulus. Perdebatan internal mengakibatkan muncul posisi yang menolak keterlibatan taktis dalam Duma sambil menyerukan perjuangan Ilegal. Namun ada juga yang menganggap Duma sebagai suatu alat strategis sambil melancarkan serangan ilegal dalam tanah. Lenin mengkritik kedua-duanya sebagai keilegal-ilegalan dan kelegal-legalan. Dalam kaitannya dengan Materialisme Dialektika Lenin. Kita akan fokus melihat kritik Lenin kepada kedua kelompok tersebut. Lenin menyebut kelompok keilegal-ilegalan yang menolak secara membabibuta Duma II sebagai tendensi ultra-kiri dan kelompok kelegal-legalan sebagai kaum reformis.
Apa posisi dasar filsafat Panca Iindera ? tak ada sesuatu di luar dari kesan sensasi diri kita Dan apa posisi dasar politik ultra-kiri ? tak ada sesuatu perhitungan apapun di luar dari diri individu kecuali kesadaran moral revolusioner kita sendiri. Garis irisan yang mempertemukan filsafat panca indera dan politik ultra kiri adalah keduanya sama-sama menganut konsepsi sensasi. Dimana posisi Duma bagi kaum Ultra kiri adalah realitas yang harus ditolak mentah-mentah tanpa harus melihat situasi konkrit Rusia pada saat itu. Sehingga posisi ultra kiri dalam hal ini tidak mengambil suatu keputusan yang memiliki dasar pada realitas ekternal yang datang dari Duma. Mereka lebih percaya kepada kekuatan sensasi dan ide sendiri. Mereka membangun ilusi moral revolusioner dalam kelompok sendiri tanpa mengambil manfaat dari situasi demokrasi yang sedikit terbuka untuk berpropganda di dalam Duma.
Kita telah melewati Pemilihan Umum Presiden baru-baru ini. Beberapa orang dari partai kiri telah mengmbil sikap mendukung langsung dan terlibat aktive dalam mekampanyekan kemenangan masing-masing calon Presidennya. Partai Rakyat demokratik (PRD) adalah salah satu partai yang juga tak luput mengambil bagian dalam panggung Pemilu borjuis tersebut. Partai yang dulu sebagai tempat para aktivis revolusioner kini hanyalah diduduki segelintir orang yang memiliki tensdensi politik pragmatis dan reformatif. Salah satu pimpinan mereka, Agus Jabo telah memberikan dukungan politik PRD ke Prabowo yang nyata-nyatanya memiliki rekam jejak pelanggaran HAM berat dan anti demokrasi.
Apa yang salah dari posisi politik PRD ? seperti yang telah dikritik oleh Lenin bahwa realitas tidak serta merta sama dengan ide karena itu tugas kaum gerakan di masa depan adalah merebut kekuasaan. Dengan merebut kekuasaan suatu realits baru akan dapat dibangun. Sehingga akan menjadi benar makna revolusi itu dalam wilayah filsafah, bahwa dengan membalikkan seluruh kekuasaan lama dan menggantikan dengan kekuasaan buruh maka akan teciptalah suatu kejayaan sosialisme diatas muka bumi. Politik reformatif PRD adalah politik yang menjadikan parlemen sebagai suatu medan strategis. PRD telah menaruh program perjuangannya di atas pundak para pimpinan-pimpinan partai elit busuk. Mereka berharap banyak suatu saat akan bisa merubah situasi dengan cara memenagkan program perjuangan mereka di dalam parlemen borjuis. Padahal Lenin telah menegaskan bahwa teks tidak selalu sama dengan realitas, selama teks tersebut masih terkungkung di dalam realitas struktur politik borjuis maka selamanya realitas baru (sistem baru) tidak akan terbentuk. UU pasal 33 misalnya, tidak akan diimplementasikan dengan baik karena yang menguasai struktur politik negara dari dulu sampai sekarang adalah dari dua kubu elit KIH dan KMP yang bertengkar. Keduanya sama-sama merupakan pendukung sistem kapitalisme.
Lenin telah membuktikan Kritiknya terhadap kelompok keilegal-ilegalan dan kelegal-legalan dengan tidak meninggalkan cuma-cuma Duma II dan tidak juga menaruh cita-cita revolusi datas pundak Duma II. Dan Lenin telah menciptakan surga di dunia bagi 210 juta jiwa atau 7,5% dari seluruh umat manusia diatas permukaan bumi seluas 22,4 juta kilometer persegi atau 16,6% tanpa Duma dan Kekuasaan Tsar.
* Penulis adalah anggota dari organisasi Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional
This is really appealing, You’re an incredibly effective writer I’ve registered with your feed and furthermore , look forward to viewing all of your incredibly good write-ups In addition, We have shared your web page throughout our social networking sites