Institusi Kepolisian yang Tak Berbenah
Oleh : Dhani Ebo*
Beberapa hari ini kita dikejutkan dengan beberapa kasus kekerasan/kebrutalan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dengan dalih represif terhadap unjuk rasa mahasiswa terkait kenaikan harga BBM yang mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat. Kasus-kasus tersebut bukan hanya terjadi di Makassar, namun juga terjadi di daerah lain seperti pemukulan yang dilakukan aparat kepolisisian terhadap mahasiswa di Pekanbaru, Riau, serta melakukan pengrusakan mushala. Hingga kasus terakhir yang terjadi adalah meninggalnya seorang warga Pampang Kota makassar yang menurut beberapa sumber akibat tertabrak mobil barakuda kepolisian.
Dari kasus-kasus yang terjadi dibeberapa daerah tersebut khususnya di makassar dapat kita simpulkan bahwa. Pertama, ada beberapa fungsi dan tugas dari institusi kepolisian yang telah diamanatkan oleh UU luput atau bahkan sengaja tidak diindahkan oleh institusi kepolisian. Fungsi melindungi, mengayomi, melayani masyarakat dan penegak hukum tidak menjadi prioritas utama atau minimal terakomodir dalam tindakan-tindakan dalam upaya pengamanan.
Kedua, adalah kurangnya penghargaan institusi kepolisian terhadap institusi pendidikan. Sejarah telah mencatat beberapa kasus penyerangan institusi pendidikan yang terjadi di Makassar dilakukan oleh pihak kepolisian. Dan penyerangan terhadap kampus Universitas Muslim Indonesia dengan menembakkan gas air mata ke dalam masjid hanya menambah daftar dosa-dosa institusi kepolisian. Sejarah ini telah membentuk stigma buruk bukan saja terhadap institusi kepolisisan tetapi juga institusi pendidikan yang ada di Makassar. Bahwa Perguruan tinggi di Makassar hanya melahirkan individu-individu cacat intelektual yang tidak pantas untuk menjadi bagian dalam pembangunan bangsa.
Pendekatan Berbeda
Jika kemudian kapolresta pekanbaru meminta maaf atas pemukulan serta pengrusakan terhadap mushala yang dilakukan oleh bawahannya. Seharusnya logika yang sama juga digunakan oleh institusi kepolisian terhadap beberapa kampus yang terjadi di Makassar mengingat objek dari kekerasan itu adalah sama yakni mahasiswa dan tempat ibadah. Selain itu, pendekatan berbeda yang perlu dicari untuk digunakan oleh aparat kepolisisan dalam menghadapi mahasiswa makassar karena telah menjadi rahasia umum bahwa mahasiswa makassar terkenal akan kemilitannya.
Mengingat juga bahwa kejadian ini -kekerasan terhadap mahasiswa- menjadi bukan yang pertama yang artinya adalah adanya pembiaran atau langkah-langkah statis di kepolisian dalam inovasi-inovasi tindakan pengamanan. Dan jika pembiaran ini tetap saja berlangsung, maka bukan tidak mungkin hal yang serupa atau mungkin lebih dari ini bisa saja terjadi di kemudian hari. sebuah keniscayaan bahwa sebagian masyarakat menilai kepolisianlah yang menjadi institusi asosial.
*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia, Angkatan 2012