Larangan Gondrong dan Penguasaan Tubuh

0

Menjadi gondrong adalah melanggar aturan, amoral dan tak estetis. Demikianlah sebagian orang menilai orang – orang yang berambut gondrong. Locus dari asumsi – asumsi yang keliru itu datang dari kampus yang sampai saat ini masih melarang mahasiswa berambut gondrong.

Tulisan ini tak bermaksud menggeneralkan bahwa semua kampus melakukan praktek pelarangan tersebut, tetapi tulisan ini menilik praktek – praktek pelarangan rambut gondrong yang masih terjadi disebagian besar kampus di Makassar, salah satunya di Universitas Muslim Indoneisa (UMI).

Beberapa hari yang lalu saya terlibat diskusi kecil dengan beberapa kawan – kawan mahasiswa di kampus UMI Makassar, beberapa orang yang saya temani diskusi adalah mahasiswa yang berambut gondrong. Sebagaian besar dari mereka mengeluh karena dilarang masuk ke dalam kelas untuk mengikuti proses belajar, dilarang masuk laborotorium untuk praktek, sampai dilarang ikut ujian akhir semester.

Kondisi ini tak jauh berbeda semasa saya masih berstatus mahasiswa beberapa bulan yang lalu, orang – orang berambut gondrong masih mendapat pelarangan oleh kampus. Praktek pelarangan rambut gondrong adalah wujud nyata dari penguasaan tubuh melalui teknik – teknik, dan strategi penguasaan yang tak melulu menggunakan cara – cara yang represif.           

Kuasa, Tubuh dan Pengawasan (Panoptik)

Kuasa tak melulu bermula dari pemaksaan dengan cara – cara kekerasan oleh institusi – institusi resmi. Kuasa kadang diwujudkan dalam bentuk rayuan, rangsangan dan pelarangan dengan maksud – maksud tertentu.

Tubuh membuat manusia bisa disentuh dan dilihat. Tubuh adalah realitas paling dasar penanda eksistensi manusia. Tubuh adalah salah satu objek dari kekuasaan (kekuasaan atas tubuh). Terkadang tubuh direkayasa, dilatih dan didisiplinkan agar sesuai dengan keinginan yang menguasainya. Salah satu tujuan dari kekuasaan adalah kepatuhan, tubuh yang patuh dan penurut dapat digunakan untuk tujuan tertentu.

Model khas pembentukan kepatuhan tubuh terjadi di Penjara, Asrama, Barak Militer dan Rumah Sakit Jiwa. Model ini juga kemudian dikembangkan dihampir semua bidang kehidupan, termasuk sekolah dan universitas. Di sekolah – sekolah, praktek pembentukan kepatuhan itu dilakukan dengan penyeragaman baju, warna kaos kaki, sampai ukuran potongan rambut.

Sementara di Universitas, pembentukan kepatuhan dilakukan dengan berbagai cara, termasuk perihal rambut. Larangan berambut gondrong adalah salah satu pendisiplinan, penyeragaman dengan tujuan menciptakan kepatuhan (tubuh – tubuh taat) agar bisa dikontrol dan didayahgunakan sesuai kepentingan yang menguasai (birokrasi kampus).

Michel Foucalt adalah salah satu pemikir Prancis yang menaruh perhatian khusus tentang kuasa. Pemikir berkepala plontos ini dalam berbagai karya tulisnya membahas perihal kuasa. Secara umum, Foucalt tidak berbicara tentang apa itu kuasa, melainkan tentang bagaimana kuasa dipraktikkan, diterima, dilihat sebagai kebenaran dan juga kuasa yang berfungi dalam bidang – bidang tertentu.

Kuasa menurut Foucalt tidak selalu bekerja melalui ekspresi dan intimidasi, melainkan dengan pertama – tama bekerja melalui aturan – aturan dan normalisasi.

Untuk menjawab bagaimana tubuh dikuasai, atau bagaimana tubuh dibuat agar menjadi patuh, Foucalt menekankan bahwa kekuasaan dikenali melalui dampak, sedang teknik dan strategi itu pada dasarnya adalah untuk mengawasi, mendisiplinkan dan menormalisasi.

Untuk menjelaskan bagaimana kekuasaan dijalankan, Foucalt memperkenalkan istilah Panoptik. Kata Panoptik diambil dari bahasa Yunani, yaitu Pan yang artinya semua dan optikon yang berarti melihat. Istilah Panoptik ini diambil dari sistem penjara yang dikembangkan oleh Jeremy Bentham untuk menghemat sistem pengawasan dengan merancang arsitektur penjara yang khas. Arsitektur penjara ini bentuknya melingkar, di tengahnya terdapat menara pengawas. Dari atas menara itulah dapat dipantau dengan jelas semua gerak narapidana yang ada di masing – masing sel. Pemantauan menyeluruh ini dimungkinkan berkat dua jendela : yang satu mengarah ke menara dan yang lain mengarah keluar sehingga cahaya dari arah luar dapat masuk menerangi sel.

Desain penjara yang seperti ini menghasilkan siluet narapidana yang kelihatan, gerak – gerik dan wajahnya. Sebaliknya narapidana tak bisa melihat siapa orang yang mengawasinya. Pengawasan seperti ini menimbulkan dalam diri narapidana selalu merasa terawasi meskipun sebenarnya tak ada pengawas.

Model pengawasan Panoptik menjadi efektif karena mendorong orang yang diawasi untuk menginternalisasi atau membatinkan pengawasan. Ketika pengawasan diinternalisasikan, pengawasan fisik bisa semakin berkurang. Kehebatan prinsip Panoptik terletak pada pengawasan yang tak mesti berlangsung terus menerus, namun orang merasa terus diawasi.

Kembali ke konteks mahasiswa gondrong. Mahasiswa – mahasiswa gondrong merasa terawasi dengan aturan – aturan (tertulis/tidak tertulis). Aturan – aturan tersebut terinternalisasi ke dalam diri, sehingga mahasiswa merasa terus terawasi dan takut untuk memanjangkan rambut karena  pikiran dan imajinasi mereka tergiring pada kemungkinan – kemungkinan buruk yang akan mereka terima. Kemungkinan – kemungkinan buruk itu bisa berupa nilai – nilai mata kuliah yang akan hancur kemudian akan berujung keterlambatan menyelesaikan kuliah atau berupa sanksi drop out.

Resistensi adalah kuasa

Jika larangan gondrong adalah sebuah manifestasi sebuah kuasa atas tubuh melalui norma – norma (aturan) yang diproduksi dari hubungan antara mahasiswa, dosen dan birokrasi kampus. Hubungan yang berlangsung tidak seimbang (diskriminasi) dan ketidaksamaan melahirkan perbedaan yang sering digunakan untuk menguasai.

Perlawanan mahasiswa terhadap norma – norma yang mencoba menguasai tubuh adalah perwujudan kuasa mahasiswa (subjek) atas kekuasaan institusi kampus melalui norma – norma yang dilahirkannya adalah perwujudan bahwa mahasiswa juga memiliki kuasa. Kuasa yang dimaksud adalah kuasa atas dirinya sendiri.

Kuasa selalu melahirkan perlawanan terhadap kuasa itu sendiri. Setiap orang adalah subjek – subjek kuasa. Kuasa bisa dilawan dengan kuasa, ini adalah pertarungan yang terus berlangsung dengan berbagai sarana, taktik dan strategi.  Gondrong adalah perwujudan kuasa atas diri dan perlawanan terhadap norma – norma yang ingin menguasai. Teruntuk para mahasiswa, jangan potong rambut gondrongmu, karena tubuh kita adalah kuasa kita.

Oleh : Ady Anugrah Pratama

 

Sumber ilustrasi : kognisia.co

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *