Merefleksikan Egoisme Dari Dua Tokoh Serial Animasi Vinland Saga

Penulis: M. Alwi B
Resensi Film
Film/serial : Vinland Saga
Penulis : Makoto Yukimura
Produser : Wit Studio
Rilis : Juli 2019
Genre : Fiksi Sejarah/Petualangan
Vinlad Saga merupakan salah satu serial animasi Jepang yang digarap oleh Wit Studio dan di rilis juli 2019 . Serial animasi ini cukup menarik ditonton karena berani menyampaikan realitas apa adanya, penuh konflik horizontal serta sarat akan nilai sejarah, terutama tentang kisah penaklukan oleh bangsa Viking. Latar tempat, hingga eksplorasi kultur dan nilai adat setempat semuanya banyak berasal dari salah satu bangsa Nordic ini.
Cerita Viland Saga berfokus pada dua karakter utama, yaitu Thorfinn dan Askeladd. Thorfinn adalah anak dari Thors Snorreson. Seorang komandan Jomsviking yang sangat tangguh dan kuat.
Singkat cerita. Thors dibunuh secara tidak adil dan curang oleh Askeladd dan pasukannya atas perintah seseorang. Thorfinn yang saat itu masih kecil(bocah), sangat marah dan menaruh dendam teramat sangat terhadap Askeladd karena telah membunuh ayahnya tepat di depan matanya sendiri.
Thorfinn kemudian menyusup ke dalam kapal yang dibajak oleh Askeladd karena ia dijanjikan untuk membalaskan dendamnnya kepada Askeladd dan kisahnyapun dimulai dengan menjadi bawahan Askeladd. Thorfinn rela menjadi bawahan Askeladd karena ia dijanjikan untuk menuntaskan dendamnnya kepada Askeladd melalui duel, dengan syarat Thorfinn harus menuntaskan misi yang diperintahkan kepadanya terlebih dahulu. Dengan tekad bulatnya untuk membalas dendam kepada Askeladd, Thorfinn selalu berhasil dalam setiap misinya.
Terjadilah duel berkali kali dengan Askeladd namun sayang, ia selalu kalah. Sampai pada akhirnya, Askeladd tewas dibunuh karena menggila di sebuah acara pembagian hadiah dari raja. Thorofinn yang menyaksikan peristiwa tersebut sangat tidak terima Askeladd tidak mati di tangannya. Sebelum mati, Askeladd tersenyum dan melontarkan pertanyaan “Apa tujuan hidupmu setelah aku mati, Thorfinn? Apa yang akan kamu lakukan?”
Melalui serial Vinland Saga, bahwa Throfinn kecil tumbuh menjadi seorang remaja brutal dan kacau karena dalam dirinya dipenuhi “keegoisan” yang mengacaukan pikirannya. Keegoisan yang terpatri dalam dirinya itu karena pikirannya hanya berisi ambisi untuk membunuh Askeladd. Keadaan tersebut membuatnya lupa akan bagaimana seharusnya tumbuh menjadi seorang remaja yang banyak teman, ceria dan visioner.
Sampai Askeladd melontarkan pertanyaan “Apa tujuan hidupmu setelah aku mati, Thorfinn? Apa yang akan kamu lakukan?” Pada akhir hayatnya, Thorfinn terdiam penuh amarah dan frustasi. Hal tersebut menandakan bahwa selama ini pikirannya hanya tentang ambisi untuk membunuh Askeladd, tetapi setelah mengetahui bahwa Askeladd tidak mati di tangannya, ia kehilangan tujuan hidupnya dan hanya bisa berteriak.
Thorfinn telah tenggelam dalam keegoisannya. Tanpa ia sadari, kehidupan remajanya telah dieksploitasi oleh Askeladd. Askeladd yang sangat tahu isi pikiran dan potensi Thorfinn , memanfaatkannya dengan menjadikannhya sebagai mata-mata bagi pasukannya. Askeladd memperlakukan thorfinn selayaknya benda yang dapat dipakai untuk memenuhi dan memuaskan ambisinya sebagai komandan pasukan.
Askeladd menjadikan thorfinn sebagai objek semata. Askeladd hanya ingin mencari keuntungan dari diri Thorfinn dalam rangka memuaskan hasrat pribadinya, ia tidak memandang Thorfinn sebagai objek. Dengan demikian, dikepala Askeladd hanyalah soal “aku”. Semua hanya untuk memuaskan aku (Askeladd).
Dari kisah serial animasi Vinland Saga,kita dapat merefleksikan bagaimana seharusnya menjadi manusia yang tentunya adalah makhluk istimewa yang dibekali akal dan pikiran untuk menjalani kehidupannya. Dengan akal dan pikirannya, manusia Berhak menentukan setiap pilihan yang nantinya akan menentukan masa depan kehidupannya. Jika memaksimalkan kemampuan akal dan pikiran, maka bukan tidak mungkin kehidupan manusia adalah kehidupan yang benar-benar berdasarkan pilihan yang dibuatnya sendiri.
Tetapi akan menjadi masalah jika dalam menentukan pilihan-pilihan tersebut, manusia hanya memikirkan dirnya sendiri dan tidak mengindahkan manusia lainnya. Kita sama-sama tahu bumi ini dihuni oleh berbagai macam makhluk hidup, berbagai macam kepribadian, latar belakang yang beragam, sampai perbedaan kepentingan.
Ketika semua manusia hanya berkutat pada kepentingannya sendiri dengan tidak mengindahkan manusia lain, layaklah apabila manusia telah kehilangan kemanusiaanya. Dapat kita mengerti bahwa “hasrat, nafsu dan pikiran” saling terkait satu sama lain. Artinya mereka tidak bisa berjalan terpisah, melainkan harus beriringan. Dengan begitu, kita “manusia” tidak kehilangan sisi manusianya. Terlebih lagi menjadi manusia yang artinya adalah memperlakukan manusia lain dengan layak seperti halnya memperlakukan diri sendiri. “manusia yang memanusiakan manusia lain.”
Redaktur : Sahrul Fahmi
I like this site so much, bookmarked. “Respect for the fragility and importance of an individual life is still the mark of an educated man.” by Norman Cousins.