Perguruan Tinggi Islam Benteng dari Paham Fanatisme Sempit
Makassar, cakrawalaide.com — Menjamurnya paham-paham radikal dan intoleran di Indonesia perlu ditekan, hal ini mengancam nilai-nilai luhur kebhinekaan, dan memecah belah bangsa. Radikalisme dianggap akan kembali memantik isu SARA yang menjadi musuh bagi bangsa yang heterogen. Untuk menekan paham-paham radikal, peran institusi pendidikan tinggi menjadi penting untuk menggalakan pemahaman yang lebih moderat.
Hal ini menjadi pembahasan dalam Musyawarah Nasional Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Islam Swasta (BKS – PTIS) yang diadakan pada tanggal 6-8 April 2015 di Universitas Muslim Indonesia. Hadir memberikan sambutan adalah Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Menurut Jusuf Kalla, perguruan tinggi patutnya menjadi benteng dalam menanggulangi terjadinya paham intervensi paham fanatisme sempit, eksremisme, dan kemungkinan pelanggaran informasi terlarang.
Olehnya itu, paham-paham ekstremisme perlu dipangkas lewat pendidikan perguruan tinggi yang lebih terbuka, dengan menggalakan islam moderat lewat pembelajaran di kurikulum-kurikulum perguruan tinggi terlebih lagi perguruan tinggi yang berkoordiansi lewat BKS – PTIS.
Selain itu menurut Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi, M. Nasir mengatakan paham radikalisme dapat dipangkas lewat islamisasi ragam ilmu pengetahuan, dan menanamkan nilai-nilai islam dalam penelitian dan pembelajaran
Hal senada juga diungkapkan oleh Rektor Universitas Muhamadiyah Malang Muhadjir Effendy, menurutnya penggalakan islam moderat adalah memegang prinsip-prinsip islam dengan paham ummatan washattan yaitu lebih mengedepankan musyawarah, tidak terpancing isu negative, SARA.
“ummatan washatan adalah paham tengah, namun paham tengah tidak serta merta tidak unggul. Namun unggul karena paham fanatisme sempit adalah paham yang tertutup”
Ia juga menambahkan bahwa paham-paham radikalisme selalu lahir dari kantong-kantong territorial yang cenderung terpinggirkan dan marjinal, ia memberikan contoh tentang suburnya kejahatan di London Timur karena ini merupakan daerah-daerah imigran yang cenderung terpinggirikan oleh pemerintah, hal ini menurutnya cenderung menimbulkan perilaku ekstrem.
Untuk menjawab hal tersebut, pemerintah perlu menggalakan pendidikan pluraisme dan toleransi di kantong-kantong marjinal, dan tentunya pendidikan harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan.
TIM MUNAS
Red : Ayie