Peringati Hari Marsinah, Polisi Bubarkan Paksa Massa Aksi
Makassar, cakrawalaide.com – Aliansi Gerakan Rakyat Untuk Marsinah (Gerak Marsinah) menggelar aksi damai mengkapanyekan hari Marsinah di anjungan Pantai Losari, namun aksi dengan menuntut “usut tuntas kasus Marsinah dan kasus pelanggaran ham lainnya” tersebut dibubarkan paksa oleh aparat kepolisian dan satpol PP, Selasa (08/05/2018).
Ketua FMK Makassar, Bimbim menjelaskan, bahwa mereka telah memberikan surat izin ke Polrestabes, namun sebelum melakukan aksi mereka dihubungi oleh salah satu intel dari Polrestabes yang menyampaikan, bahwa untuk melakukan aktivitas di Pantai Losari harus izin terlebih dahulu ke Pemerintah Kota (Pemkot).
“Jadi sebenarnya kawan-kawan sudah bawa surat izin ke Polrestabes sampenya di situ ditanya kalau memang ada regulasi yang mengatur soal aksi malam, dia juga nda menjelakan soal mekanisme perizinan tersebut, baru tadi disampaikan sama salah satu intel dari Polrestabes katanya kalau kegiatan seperti ini harus melalui izin pemkot itu katanya,” jelas Bimbim.
Ia juga menambahkan, mereka telah mencoba untuk menjelaskan, kalau bentuk aksi mereka hanya aksi simbolik dengan membakar lilin dan memakai topeng Marsinah. Namun tetap saja tidak diizinkan.
“Kawan-kawan tadi sudah coba jelaskan kalau aksi kita ini aksi simbolik, bakar lilin dan sebagainya, kalau memang tidak bisa ada orasi dan petaka, tapi dari intel Polrestabes memang betul-betul nda mau buka lagi ruang untuk kita, dengan alasan apapun sifatnya, jika itu sudah bentuk dengan apa yang kental dengan demonstrasi itu nda lagi, apapun varian aksinya, semisal bakar lilin itu pun disebut aksi massa,” tambahnya.
Setelah berkumpul, massa aksi mencoba untuk membentuk lingkaran dan mamakai topeng Marsinah, tiba-tiba datang polisi dan satpol PP melarang massa aksi untuk tidak melakukan aktivitas apapun. Negosiasi pun coba ditempuh, namun tetap saja tidak mendapatkan izin walaupun hanya duduk berkumpul.
Charli dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar menjelaskan, bahwa kebebasan menyampaikan pendapat telah dijamin dalam UUD 1945. Menurutnya, hal tersebut tidak bisa dibatasi dengan alasan administrasi.
“Jadi prinsip dasarnya, bahwa hak atas menyampaikan pendapat, hak atas berserikat itu dijamin oleh konstitusi. Hak itu kemudian tidak boleh sama sekali dibatasi dengan hal-hal administrasi teknis, tentu dengan alasan tidak mendapat izin saya kira pihak kepolisian dalam hal ini terlalu prematur untuk melarang menyampaikan pendapat tersebut, karena kegiatan ini adalah salah satu bentuk kampanye, salah bentuk dorongan bagaimana menyelesaikan kasus-kasus kekerasan yang dilakukan oleh negara pada saat itu, apalagi kasus Marsinah saat ini menjadi simbol gerakan perjuangan menuntut hak buruh,” tutur Charli.
Setelah beberapa lama bernegosiasi dengan pihak kepolisian dan satpol PP, akhirnya massa aksi diberikan izin tetapi dengan syarat tidak boleh menyampaikan orasi politik didalam aksi kampanyenya. Kemudian massa aksi melakukan longmarch keliling anjungan Pantai Losari dengan menggunakan topeng serta memegang lilin. Sesampai diunjung anjungan massa aksi berhenti dan membacakan pernyataan sikap, tiba-tiba datang polisi bersama satpol PP dan kemudian membubarkan paksa massa aksi.
Menurut Charli, tindakan pelarangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian dan satpol PP tanpa alasan yang urgen adalah salah satu bentuk pembungkaman demokrasi.
“Maka sederhananya bahwa pelarangan aksi dengan tanpa ada alasan yang begitu urgen, maka itu bagian dari pelarangan kebebasan berekspresi. Syarat demokrasi adalah menyampaikan pendapat didepan umum yang sesuai dengan peraturan perundang undangan,” tutup Charli.
Penulis : Pade Salay
Red : Izhan Ide