Rumah rongsok yang sebentar lagi mati,
Kali hitam yang terus mengalir tiada henti,

Kebisingan anak-anak kecil yang menangis tapi tertawa,
Menjadi pemandangan kompleks kumuh kami yang jauh dari kata mewah.

Di saat fajar tiba…

Kami bangun dan mandi di kali yang tak lagi jernih,
Kami mandi bersama sampah-sampah dari perumahan mewah.

Kami berangkat pukul tujuh tepat,
Menuju pabrik-pabrik milik para pemodal bejat.

Barang-barang mewah yang kami ciptakan bahkan tak bisa kami beli.
Yahh… mana mungkin bila gaji hanya bisa menutupi sehari.

Fajar mulai menyusut ke ufuk barat,
Kami tak henti-hentinya memikul beban berat.

Yah… karena kami hanyalah Kaum-kaum yang tak kau inginkan berada di negerimu.
Kami hanya sekumpulan orang yang kebetulan menjadi warga bangsamu.
Warga bangsa yang kau jual tenaga juga waktunya.

Lalu kau sebenarnya ada untuk siapa ?

Belum lagi tatkala kami dengar,
Bahwa sebentar lagi anjing-anjing penjagamu datang mengusir kami.

Tak ada sertifikat menjadi kekuatan hukummu,
Padahal moyang kami sudah disini melebihimu.

Dengan alibi percepatan pembangunan,
Kami kau singkirkan untuk menciptakan gedung-gedung bualan.

Lalu kau sebenarnya ada untuk siapa ?

Kemana kami kali ini, kami bingung karena tak ada tanah yang tak termiliki di kota ini.
Berharap kekeluarga namun siapa yang mau mengakui kami.

Aku bertanya wahai bapak bangsa …
Gedung-gedung tinggi dan jalanan yang lebar
Sebenarnya kau ciptakan untuk siapa ?

Penulis: Arham Diandika
Red: Her

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *