Undang-Undang Pers Sebagai Alat Jerat Pelaku Tindak Kekerasan Jurnalis
(Press Release LBH Pers Makassar)
Makassar, cakrawalaide.com — Pemukulan yang dilakukan oleh aparat terhadap jurnalis dan mahasiswa, menimbulkan ragam kecaman hingga kini. Tak hanya tindakan aparat yang emosional dan mengabaikan hak asasi manusia yang disorot, namun sebagian kalangan menganggap tindakan aparat merupakan bentuk pembungkaman nilai-nilai demokrasi, dan langkah mundur bangsa yang mencoba belajar mereformasi sistem hukum agar lebih pro rakyat dan berkeadilan untuk semua. Kekerasan terhadap wartawan yang merupakan corong informasi dan kemerdekaannya adalah keniscayaan demokrasi, dan tindakan kekerasan tak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.
Berikut kami memuat press release yang diterbitkan oleh LBH Pers Makassar, sebagai respon perilaku kekerasan aparat terhadap jurnalis dalam tragedi 13 November 2014 :
Terjadinya tindak kekerasan terhadap jurnalis adalah perbuatan yang tidak dibenarkan oleh hukum. Apalagi pelaku kekerasan ini adalah aparat negara (kepolisian) yang mempunyai tugas untuk melindungi dan menganyomi masyarakat. Jurnalis mempunyai tugas yang sangat mulia, mencari dan mendapatkan informasi untuk masyarakat luas. Maka jika jurnalis dianiaya oleh polisi, sama saja polisi menganiaya masyarakat dan polisi telah merampas hak asasi masyarakat untuk mendapatkan informasi atau berita dari jurnalis. Dalam bekerja Jurnalis dilindungi oleh UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 8 mengatakan “dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum”. Pasal 18 “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak RP. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Dalam insiden Kamis “berdarah” 13 November 2014 kemarin, tercatat 8 jurnalis mengalami tindakan penganiayaan oleh kepolisian dalam melaksakan kerja-kerja jurnalis. Yang paling parah dialami oleh Waldy (Jurnalis Metro Tv) dengan luka di pelipis atas mata kiri sepanjang 5cm akibat dipukul dengan tameng Brimob. Setelah mendapatkan penganiayaan oleh Brimob. pada Jumat kemarin 2 orang jurnalis melaporkan penganiayaan ini ke Polrestabes Kota Makassar, Iqbal (Tempo) dan Asep (Ralyat Sulsel). Sangat disayangkan, pihak kepolisian hanya akan menggunakan pasal 352 KUHP. Padahal sudah ada MOU antara Dewan Pers dan Kapolri tentang penggunaan UU pers pada kasus yang melibatkan jurnalis/wartawan. Seharusnya kepolisian juga mengacu pada MOU tersebut Ini akan menjadi presiden buruk penegakan hukum dan tidak menimbulkan efek jera bagi si pelaku. Seharusnya kepolisian menggunakan UU Pers pasal 18 ayat (1) untuk menjerat pelaku penganiayaan.
Fajriani Langgseng, SH
Direktur LBH Pers Makassar
Penulis : Ayi
Red : Walla