ZA : Menunggu Berharap Keajaiban
Makassar, Cakrawalaide.com – Bermula dari mulut ke mulut kakak kelasnya di Sekolah, perihal informasi beasiswa binaan menjadi sebuah pengharapan besar baginya. Seorang perempuan berinisial ZA, pun memberanikan diri untuk mendaftarkan sebagai mahasiswa dengan harapan besar bisa mendapatkan beasiswa. Hanya bermodalkan nekat dan semangat yang kuat, ia pun lulus sebagai mahasiswi di Universitas Muslim Indonesia, Fakultas Agama Islam, Program Studi Hukum Ekonomi Syariah.
Lebih jauh, mengenai perjuangannya untuk memperoleh beasiswa, mulai dari susah payah mendapatkan formulir pendaftaran hingga tes wawancara. Sosok perempuan berusia 19 tahun ini menceritakan tentang rasa lelah yang ia lewati. Ia harus mondar mandir antara Fakultas dan Gedung Menara UMI yang jaraknya sekitar 500 meter lebih. Bahkan untuk mendapatkan formulir beasiswa binaan, dirinya pernah menunggu di tangga Menara lantai 2 hingga menjelang magrib, tapi beruntunglah rasa lelahnya terbayar setelah ia berhasil mendapatkan formulir yang dibantu oleh salah satu staf jurusan di Fakultas. Meskipun pada waktu itu dirinya sudah dipintah melalui via telepon untuk pulang ke rumahnya oleh staf jurusan, karena mengingat waktu sudah hampir jam 5 sore, “pulagnmi dulu dek, nanti saya coba ambilkan formulir,” ujar ZA menirukan ucapan staf itu. Akan tetapi, ia tetap memilih tinggal bersama satu temannya yang merupakan teman karibnya waktu di sekolah.
“Saya tidak pulang, saya duduk di tangga menunggu berharap keajaiban, saya ketemu sama Ustad Ardi dan dia kaget melihat saya masih ada di sana, kebetulan ia ke menara, setelah dari atas tiba-tiba dia kasih saya selembar formulir,” jelasnya.
Setelah mendapatkan formulir pendaftaran beasiswa binaan, ia bergegas pulang ke rumah. Keesokan harinya, ia kembali ke Menara untuk menyetorkan berkas-berkas persyaratan beasiswa binaan. Kabar gembira kembali ia rasakan, mengetahui bahwa dirinya lulus seleksi berkas dan berlanjut ke tes wawancara. Namun itu tak bertahan lama, pengharapan besarnya telah tertepis setelah ia tahu bahwa dirinya tidak lulus pada tahap tes wawancara.
Mendalami lebih jauh kisah pilu ZA dalam pengharapan besarnya untuk bisa tetap menuntut ilmu di Perguruan Tinggi Swasta ternama ini dengan mengupayakan bisa mendapatkan beasiswa. Pada hari Kamis (5/9), tim Cakrawalaide.com melakukan wawncara khusus dengannya di ruang produksi Unit Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa (UPPM).
Bisa diceritakan soal proses tahapan tes wawancara yang kamu lewati?
Dari jam setengah 8 pagi saya sudah tinggalkan rumah menuju Menara untuk mengikuti tes wawancara. Untuk tahapan wawancaranya itu ada tiga. Tahapan pertama, ditanya soal latar belakang keluarga saya, kedua saya dites soal bacaan-bacaan shalat, dan ketiga itu tes membaca Al-quran. Pada waktu itu ada ratusan mahasiswa lain yang juga ikut tes wawancara, pokoknya penuh ruangan yang disediakan khusus untuk peserta tes wawancara. Jadinya kita menunggu lama, karena harus antri menungu giliran, hampir jam 12 siang baru saya selesai tes wawancara.
Lalu dari mana mengetahui bahwa kamu tidak lulus tes wawancara?
Saya dapat infonya dari grup maba, kebetulan teman-teman yang dari Menara itu foto hasil pengumuman dan mengirimkannya di grup. Saya melihat dari foto tersebut tidak ada namaku, saya tidak percaya dan berpikir mungkin ambil fotonya tidak secara penuh, hanya sebagian saja yang terambil gambarnya. Jadi saya mau pergi lihat langsung ke Menara, saat itu saya nangis karena sempat tidak mau diantar ke kampus, tapi akhirnya kakak ipar saya mau untuk mengantar saya untuk melihat hasil pengumuman. Sekitar jam 4 lewat saya sampai di Menara dan langsung melihat papan hasil pengumuman, sekali membaca saya tidak mendapat nama saya ada tertera dipapan informasi, saya pun coba cari lagi sampai 2, 3, hingga 4 kali namun tetap nama saya tidak ada tertulis disitu. Saya merasa tidak percaya dan tidak tahu mau berbuat apalagi, jadi saya hanya bisa pasrah dan kembali ke rumah.
Apa yang dirasakan setelah tahu bahwa kamu tidak lulus tes wawancara?
Sebenarnya saya merasa sangat sedih dan tidak percaya, karena saya sangat berharap bisa dapat beasiswa binaan itu, tapi saya tidak tahu mau berbuat apalagi, jadi saya hanya bisa pasrah pada waktu itu dan kembali ke rumah. Sampai di rumah saya lansung masuk ke kamar dan menutupnya, terus kepikiran soal itu sampai-sampai saya nangis juga di kamar. Pokoknya dari sore sampai pagi saya berada di kamar, saya tidak habis piker, soalnya saya sangat berharap bisa dapat beasiswa agar bisa kuliah untuk belajar dan terus menuntut ilmu. Sempat ada adik saya datang teriak depan kamar bilang “nah panggilko nenek makan,” tapi saya hanya jawab “tidakji, sudah kenyang ma,” padahal saya belum makan dari pagi, pokoknya tidak saya pikir makan gara-gara gagal dapat beasiswa binaan.
Setelah itu, apakah ada upaya lain yang kamu lakukan?
Saya tetap upayakan untuk bisa dapat beasiswa, saya tanya-tanya di pejabat fakultas dan saya diarahkan langsung menghadap ke Wakil Dekan II bagian keuangan. Saya pun masuk menghadap ke WD II berharap bisa dibantu olehnya. Saya kembali ditanyakan soal latar belakang keluarga saya, setelah itu ia menanyakan soal prestasi yang pernah saya dapat. Saya pun memberikannya beberapa sertifikat, karena kebetulan waktu itu saya sudah siapkan beberapa sertifikat di dalam tas. Setelah itu, WD II hanya bilang akan diupayakan untuk membantu saya. Namun beberapa hari berselang, saya pun kembali ke Fakultas dengan niat ingin mengambil kembali sertifikat saya, karena hingga saat itu tidak ada kabar kejelasannya. Saya menghadap lagi ke WD II untuk mempertanyakannya, waktu itu WD II minta maaf, karena tidak bisa bantu saya. Katanya sudah dirapatkan dengan petinggi-petinggi di fakultas, hasilnya fakultas tidak bisa membantu, karena sudah ada enam orang mahasiswa yang ditanggungi oleh fakultas.
Kamu tinggal dimana dan sama siapa sekarang?
Sekarang saya hanya tinggal di rumah orang tua dari Ibu saya, bersama kakek, nenek, om dan tante dengan anaknya dua orang, dan juga satu adik kandung saya. Karena setelah bapak meninggal, Ibu saya kawin lagi dan tinggal di Toraja rumah bapak tiri saya bersama adik saya yang paling bungsu. Saya enam bersaudara semuanya perempuan, saya anak ke empat, kakak saya yang pertama dan kedua itu sudah kawin jadi tinggal sama suaminya, kakak yang ketiga sekarang tinggal di rumah tante saya yang lain, sementara yang tinggal sama saya itu anak ke lima, dan juga kakek sedang sakit setelah jatuh dari sepeda dua tahun lalu, sampai sekarang dia terbaring di kamar karena dia tidak bisa berdiri lagi. Begitupun kondisi ibu sekarang juga sedang sakit tifus, tapi terakhir saya kabari dia katanya sudah agak membaik.
Apakah nenekmu tau soal usaha mu untuk mendapatkan beasiswa binaan di UMI?
Nenek saya tidak tau, karena saya memang tidak pernah cerita soal ini dengan dia. Karena pasti dia akan bilang “dari mana ki mau ambil uang,” karena saya sudah tahu memang tidak ada uangnya, yah itupun untung-untungan lah untuk cukupi kebutuhan sehari-hari saja. Itupun biasanya saya yang kasih uang untuk beli beras atau lauk dari uang hasil kerja saya di pasar Butung. Itupun saya hanya dapat 35,000,00 perhari, kerja angkat barang jualan pakaian di tokoh orang dari jam 9 sampai jam 5 sore, tapi sekarang saya tidak kerja lagi, terakhir bulan Juli saya masuk kerja, setelah itu tidak lagi, karena fokus urus soal (beasiswa) ini.
Terus punggung keluarga sekarang itu siapa?
Sekarang yah cuman nenek dan om saya yang tinggal se rumah, karena om juga tidak ada kerjaan jadi bantu-bantu nenek urus bengkel tambal ban. Sementara kan omku ada istri dan juga dua orang anaknya yang masih sekolah, jadi kupikir juga tidak bisa berharap lebih sama mereka. Jadi yah dicukup-cukupi saja untuk sekarang dari penghasilan tambal ban, karena saya juga sudah satu bulan lebih tidak pernah ke pasar kerja karena urus kuliah ku, dan juga adik saya yang perempuan, kan dia juga sudah berhenti sekolah pas kenaikan kelas 2 SMP. Jadi sekarang dia juga hanya tinggal di rumah, bantu-bantu juga kerja urusan rumah seperti cuci piring, masak nasi, dan bersih-bersihkan rumah.
Jadi sekarang bagaimana kelanjutan soal kuliah mu?
Tadi saya sudah pergi membayar (SPP-BPP) di Menara didampingi sama kakak-kakak lembaga. Jadi sekarang alhamdulillah sudah bisa masuk kuliah nanti sama teman-teman yang lain. Sebenarnya saat ini saya merasa sangat tidak enak sekali sama kakak lembaga, saya sudah banyak menyusahkan mereka. Karena uang yang tadi dipakai untuk membayar itu dari hasil galang dana selama beberapa hari ini yang dilakukan oleh kakak lembaga bersama beberapa maba yang juga ikut membantu. Bahkan hanya karena mau bantu saya, sampai-sampai ada kakak senior yang diancam diskorsing karena galang dana di Menara UMI. Mereka sudah capek-capek, dimarah-marahi sama Rektor tadi, karena dikiranya saya mengadu sama mereka. Padahal saya tidak pernah mengadu, justru kakak-kakak yang panggil saya itu setelah tau soal masalah ini dari teman-teman saya. Betul-betul mereka bantu saya, kasih saya semangat, jadinya saya merasa sangat menyesal, demi bantu saya banyak masalah yang mereka dapat.
Selanjutnya, bagaimana caramu bisa bayar biaya semester?
Saya akan usahakan lagi lah, cari uang bagaimana pun caranya. Soalnya tidak enak sama kakak-kakak dan teman yang lain kalau bantu bayarkan lagi. Karena sejauh ini saya rasa sudah sangat menyusahkan, sudah cukup banyak masalah yang kakak lembaga dapat gara-gara bantu bayarkan uang kuliahku. Bahkan sampai ada yang mau dipecat sama Rektor hanya karena mau membantu saya. Terus terang saya kepikiran terus soal itu, saya merasa menyesal sudah dibantu. Jadi kedepan saya manfaatkan mami saja nanti waktu libur kuliah untuk kerja cari uang. Kerja apapun itu, yang jelas bisa dapat uang untuk biaya hidup dan bayar uang semester.
Mengenai beasiswa binaan, apakah kamu masih ada keinginan soal itu?
Kalau menanyakan soal harapan sebetulnya masih ada kemauan bisa dapat itu, cuman tidak bisa juga dipaksakan. Karena masalah mendapatkan beasiswa itu yang sangat susah. Jadi yah saya hanya bisa berusaha untuk ikhlas, mungkin bukan rezeki saya dapat beasiswa binaan. Karena kan saya sudah usaha semaksimalnya untuk bisa dapat beasiswa binaan, tapi Allah belum ijabah doaku. “Saya mau sekali dapat beasiswa, tapi kalau beasiswa binaan kayaknya kecil kemungkinannya, tapi saya akan tetap berjuang dan berusaha lagi bisa dapat beasiswa lain agar saya tidak lagi memberatkan orang lain untuk bayar biaya kuliah saya.”
Penulis : Parle
Editor : Pade Salay
1 thought on “ZA : Menunggu Berharap Keajaiban”