Cinta Tak Sekedar Fisik, Ia Adalah Kepercayaan
Judul : The Kreutzer Sonata
Penulis : Leo Tolstoy
Penerjemah: Wawan Eko Yulianto
Penerbit: Jalasutra
Tebal : 160 lembar
Siapa yang lebih berkuasa lelaki atau perempuan ? Pertanyaan ini sama bangkanya dengan pertanyaan mana yang lebih utama lelaki atau perempuan ? Bagi masyarakat awam, pertanyaan itu sudah terjawab secara kultural. Bahkan dalam bahasa agama, klaim lelaki lebih berkuasa ketimbang perempuan menjadi begitu dominan. “Hawa, perempuan tercipta dari rusuk Adam”, sergah pedagang tua dalam novel ini.
Buku ini berkisah tentang pengakuan seorang laki-laki yang karena kecemburuannya membunuh istrinya sendiri.
Tolstoy memang penulis yang piawai. Pembaca bisa larut dalam kebencian terhadap si tokoh utama yang pandangannya mengenai perkawinan sangat vulgar. Tolstoy menuliskan cerita ini berdasarkan pengalamannya dengan istrinya untuk menciptakan ‘gugatan’ terhadap perkawinan yang menyakitkan hati.
Pozdynsev, -nama tokoh utama- dan kakak lelakinya adalah pemuda yang lugu. Ketertarikan seksual kepada lawan jenis adalah hal yang cukup mengganggu bagi anak-anak muda seusia itu. Pada suatu sore usai kumpul sambil bermain kartu dan minum vodka, salah satu kawan kakaknya mengajak mereka ke tempat-tempat tertentu. Seperti anak lelaki muda lainnya, ia mengikuti tanpa memahami apa yang ia lakukan.
Kegiatan itu kemudian menjadi hal yang biasa, karena tak ada orang dewasa disekelilingnya yang menyalahkan apa yang ia lakukan. Sebaliknya, masyarakat lingkungan ia berada menganggap hal itu sebagai kebaikan jasmani yang sah atau pengalihan yang alami secara menyeluruh bagi seorang anak muda yang bukan hanya bisa dimaafkan, tapi bahkan tak bersalah. Pozdnysev semakin jatuh karena ketidaktahuannya.
Sampai suatu ketika ia menyadari bahwa hubungannya dengan para wanita telah rusak selamanya. Ia memutuskan untuk berhenti. Menjadi seorang pria yang telah berhubungan dengan beberapa wanita demi kesenangan bukan lagi orang normal, tapi orang yang rusak selamanya.
Seorang pezina bisa saja menahan diri, berjuang mengendalikan diri, tapi hubungannya dengan wanita tak pernah lagi sederhana, murni, jernih, seperti hubungan saudara lelaki dengan saudara perempuan. Posdnicheff kemudian menikah. Namun pengalaman masa lalunya memberi ia cara pandang yang berbeda mengenai perkawinan.
Walaupun sepanjang perkawinan mereka, Posdnicheff tidak pernah berseligkuh, namun ia memiliki bayangan kecemburuan sendiri yang berlebihan. Hubungan yang tidak harmonis itulah yang menyebabkan mereka memutuskan pindah ke kota. Istri Posdnicheff yang tertekan dengan keadaan rumah tangganya, membuatnya berniat bunuh diri.
Peristiwa itu mampu melunakkan hati Posdnicheff, namun tak berlangsung lama hingga kebencian itu kembali menguasainya. Karena selalu merasa tertekan, Istri Posdnicheff melampiaskan dengan memutuskan bermain piano untuk menumpahkan semua perasaannya. Bermula dari situlah, istrinya bertemu dengan Troukhatchevsky seorang pemain biola yang dia curigai mempunyai hubungan khusus dengan istrinya.
Ketakutannya kembali muncul, kebenciannya semakin tak tertahankan. Dia gelisah, perasaan benci kepada istrinya bercampur dengan perasaan cemburu. Puncak kecemburuannya adalah saat malam-malam melihat istrinya dan pemain biola itu menikmati musik berdua di rumahnya, kemudian ia memutuskan untuk membunuh istrinya.
Setiap pernikahan tentu saja mengalami fase-fase kritis yang memposisikan kita pada dua pilihan .Berbicara untuk menghangatkan atau mendiamkan untuk mendinginkan. Inilah yang dialami Posdnicheff dalam fase pernikahannya. Masalah dan bisikan-bisikan di dalam hatinya memaksanya untuk diam dan menganggap semua baik-baik saja.
Terjadi perang batin dalam dirinya yang akhirnya membuatnya tega membunuh istrinya dalam keadaan ‘khilaf’ yang lain. Khilaf yang akhirnya membuatnya sadar bahwa cinta tidak semata-mata hanyalah nafsu, cinta bukanlah yang selama ini dia lihat dalam tubuh istrinya. Melainkan ada cinta lain yang mulai membuatnya menyesal telah melakukan pembunuhan itu.
Tolstoy menggambarkan bahwa pernikahan kemudian bisa membuat masing-masing pasangan merasa terjebak. Jika situasi itu tidak disadari dan dipahami maka mereka akan saling membenci.
“tapi cinta dan kebencian ini hanya dua sisi mata uang yang sama, perasaan hewani yang sama.”
Hidup seperti itu akan tak tertahankan kalau kita saling memahami situasinya. Tapi kami tak memahaminya, bahkan tak menyadarinya. Itu keselamatan sekaligus hukuman terhadap manusia yang ketika menjalani hidup tak beraturan, mereka akan membungkus diri dalam selimut kabut sehingga tak bisa melihat buruknya situasi.
Setragis kisah yang dituturkan, Kali pertama terbit pada 1889, novel ini langsung kena cekal pemerintah Rusia. Beruntung, beberapa catatan dari novel ini berhasil keluar. Saat ini, barulah di ketahui, betapa besar pengaruh novel ini, hingga menginspirasi setidaknya 8 film ( terakhir di tahun 2008).
Penulis : Sasty Farma Utami
Red : Israwati Nursaid