Peringati Hari Tani Nasional, Massa Aliansi GERAK Makassar Direpresi

0

Penulis : Affif Syah

Makassar, Cakrawalaide.com – Aksi Aliansi Gerakan Rakyat Makassar (GERAK MAKASSAR) memperingati Hari Tani Nasional dengan tuntutan, “60 TAHUN UU POKOK AGRARIA: WUJUDKAN REFORMA AGRARIA SEJATI dan TOLAK OMNIBUS LAW CILAKA!” dibubarkan paksa serta diduga puluhan massa aksi ditangkapi oleh aparat kepolisian di depan Kantor DPRD Provinsi Sul-Sel, Kamis (24/9/ 2020).

Berdasarkan informasi yang dihimpun CakrawalaIDE, sebanyak 24 massa aksi Aliansi GERAK Makassar ditangkap dan dibawa ke kantor Polrestabes Makassar.

Menurut Syamsul selaku Humas Aliansi GERAK Makassar, menuturkan bahwa awalnya massa aksi melakukan orasi dan membuat simpul, serta menutup separuh jalan depan kantor DPRD Sul-Sel. Saat itu, barisan pengamanan dari kepolisian mendekati massa aksi. Secara tiba-tiba, saat massa aksi melakukan orasi, Polisi langsung menangkapi satu persatu massa aksi.

“Sepertinya mereka yang tertangkap sudah ditarget karena tidak ada himbauan sebelumnya. Secara tiba-tiba langsung menangkapi,” jelas Syamsul.

Lebih lanjut, saat penangkapan terhadap massa aksi, terjadi tindak kekerasan. Mereka yang ditangkap kemudian dipiting, diseret serta dipukul dan ditendang. Massa aksi yang ditangkapi diangkut menggunakan mobil Jatanras, Avansa putih, dan truk polisi.

“Di antara mereka terdapat yang mengalami luka hingga mengucur darah di bagian wajah. Belum terdata pasti berapa yang ditangkap, informasi ada sekitar 24 orang,” tambahnya.

Mewakili aliansi GERAK Makassar, Syamsul mengecam tindakan aparat yang melakukan represif dan penangkapan yang sangat mencederai kebebasan berpendapat serta mengancam hak asasi manusia.

Ia juga menilai bahwa kewajiban institusi kepolisian melindungi dan bertanggung jawab untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia.

“Kepolisian harus mengubah pendekatan pengendalian massa sesuai prinsip standar hak asasi manusia,” tegasnya.

Senanda dengan itu, Haerul selaku pengaca publik dari LBH Makassar, menilai bahwa tindakan represif dengan kekerasan merupakan tindakan yang berlebihan dalam pengamanan aksi massa.

“Sebenarnya tugas polisi kan melindungi jalannya aksi massa, tapi yang terjadi justru melakukan kekerasan terhadap orang yang sedang menikmati haknya untuk menyuarakan pendapat,” jelas Haerul.

Haerul juga mengecam tindakan kekerasan dan penggunaan kekuatan secara berlebihan dari aparat kepolisian. Menurutnya kejadian seperti ini terus berulang dan pelakunya yang merupakan aparat kepolisian tidak pernah diproses hukum.

“Polanya terus berulang, para pelaku kekerasan seharusnya di proses hukum. Padahal kepolisian sudah punya SOP dalam melakukan pengendalian aksi massa,” tegasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *