Kode Keras Mahasiswa UMI Melalui Simbol

0

Panas tubuh , deman dan ngilu terasa dalam diri ini, kita tentu paham bahwa ketika tubuh ini sakit dia akan memberi kode kepada otak bahwa sanya dia sedang tidak baik-baik saja.

Tubuh akan selalu memberikan rangsangan kepada otak, agar otak berpikir bahwa dia dalam keadaan darurat, dan perlu segera di obati.

Seperti halnya sebuah instansi ketika ada penyakit yang menyerang ke dalam tubuhnya maka tubuh itu akan memberikan kode darurat dan bahaya, agar segera untuk di tanggulangi.

13 juli 2018, Unit Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa Univeritas Muslim Indonesia (UPPM-UMI), memberikan kode kepada pihak birokrasi bahwa sanya kampus sedang tidak baik-baik saja, dalam keadaan darurat dan butuh segera di obati.

UPPM memberikan kode kepada kepada birokrasai dengan membuat spanduk yang berisikan kritikan terhadap pihak kampus, kritikan ini berhasil memberikan dampak kepada pihak kampus, namun tak seperti yg diharapkan bukannya segera mengobati diri, malah dengan egonya merasa bahwa masih sehat dan memaksakan diri dengan menutupi penyakitnya itu, dalam bentuk penurunan spanduk yg berisikan kritikan terhadap sakit yg dideritanya, sore itu senin, (16/07/2018).

Selasa, (17/07/2018), Muhammad Firman Ketua UPPM-UMI merasa ada kesalahan terjadi, dan berangapan birokrasi terlalu anti-kritik memutuskan mendatangi pihak kampus terkait penurunan spanduk itu, tapi terdapat hal yg tak terduga, terjadi keambiguan antara statemen staf keamanan UMI dengan Prof. La Ode Husen Selaku Wakil Rektor (WR) 3 Bagian Kemahasiswaan.

“Cabutmi ini (spanduk), instruksi dari dari Rektor yg suruh cabut” Staf Keamanan UMI Firman, sedangkan dari pihak WR III yg seharusnya tau soal permasalahan mahasiswa. Prof. La Ode Husen, mengatakan “Pencopotan spanduk? Saya tidak tahu apa-apa. Saya tidak pernah memerintahkan siapapun untuk melakukan hal tersebut. Bahkan bentuk, dan isi spanduknya seperti apa saya tidak tahu,” jelasnya.

Terjadi keambiguan antara birokrasi dan stafnya, atau bisa jadi ada pihak dengan sengaja memberikan perintah dan menutup-nutupinya agar tak usah bertanggung jawab atas kejadian terasebut.

Rabu, (18/07/2018). Prof. La Ode Husen mengirimkan surat kepada Ketua Umum UPPM-UMI, berupa panggilan klarifikasi terkait pemasangan spanduk.

Terkait panggilan ini, Selaku Ketua Umum Muhammad Firman, bersama Mira bendahara umum UPPM – UMI merespon surat panggilan tersebut dan mendatangi kantor Prof. La Ode Husen, untuk berdialog persoalan spanduk.

Muhammad Firman Ketua Umum mengangkat salah satu permasalah tentang biaya kuliah di UMI, dengan hasil survei yang di telah lakukan kepada MABA yang berjumlah 50 orang, bahwa biaya kuliah di UMI mahal.

Ketua Umum UPPM-UMI, Muhammad Firman “Kalau berbicara soal spanduk-kan itu betul ji bahwa yang terjadi di UMI” ungkapnya.

Lanjut” misalnya persoalan UMI mahal, maksudkukan ini dari data teman-teman pas pengetesan MABA, kami sempat mewancarai maba dulu sekitar 50 orang”.

Mendengar argumen tersebut, Prof. La Ode Husen, berpendapat bahwa tujuannya memang bagus, tapi metode yang digunakan itu yang salah.

“Kan kadang-kadang tujuanmu bagus, niatmu bagus tapi metodenya yang salah, Komunitas media memang harus kritis tidak mungkin, tapi kritis konstruktif”.

Ia juga menambahkan bahwa kritik yang tidak konstruktif itu, kritik yang hanya bersifat kritik tanpa jalan keluar membangun.

Jika kita coba lihat sekilas bahwa kritik dari spanduk tersebut memang mencedarai nama baik UMI, tapi di lain pihak jika kita mulai berpikir bahwa kritikan ini bisa menjadi obat dari hasil cedera itu.

Sehingga UMI yg terkenal sebagai universitas terbaik swasta di Indonesia Timur, bukan hanya menjadi selogan saja, tapi secara realitas memang seperti itu.

Penulis : Lapaduai

Red : Shim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *